Pawarta Adicara!

JARINGACARA sebagai media publikasi memiliki keinginan turut memberi warna dalam mengabarkan segala agenda acara seni budaya, pariwisata, warta, cuaca, juga menebarkan canda-tawa.
Perihal kontak kerjasama publikasi pun media partner, sila simak “Syarat dan Ketentuan“.

HIGHLIGHT
   
Pekan Seni Grafis Yogyakarta

Pekan Seni Grafis Yogyakarta Pamerkan Karya Cukilan Linoleographs dan Teknik Relief Print


Diwartakan oleh Haiki Murakabi pada 13 September 2019   (9,446 Readers)

Acara jumpa-pers ‘Pekan Seni Grafis Yogyakarta’ yang digelar pada hari Kamis sore, tanggal 12 September 2019, menjadi tanda telah siapnya digelarnya satu pameran grafis yang menjadi bagian dari disiplin ilmu seni rupa. Pameran Pekan Seni Grafis Yogyakarta tahun 2019 ini  agendanya dibuka tanggal 14 September dan diakhiri pada 27 September 2019.

Jumpa pers terkait dengan Pameran Pekan Seni Grafis Yogyakarta 2019 dilakukan di Ruang Auditorium Lt.2, Museum Sonobudoyo, yang letaknya berada di sebelah utara Alun-Alun Utara Yogyakarta.

Pekan Seni Grafis Yogyakarta 2019‘Pekan Seni Grafis Yogyakarta’ merupakan helatan seni grafis dengan agenda pameran yang pertama kali dimulai sejak tahun 2017 yang lalu. Karena sifat penyelenggaraannya sampai dengan saat ini masih berdurasi satu kali dalam waktu dua tahun, maka untuk Pameran Pekan Seni Grafis tahun 2019 ini praktis menjadi gelaran yang dihelat untuk kali keduanya.

Berlaku sebagai inisioator dari helatan Pekan Seni Grafis Yogyakarta (PSGY) tahun 2019, masih sama dengan dua tahun sebelumnya, yaitu komunitas Studio Grafis Minggiran yang bekerjasama dengan pihak Kundha Kabudayan alias Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang memiliki tujuan guna memasyarakatkan seni grafis, baik itu untuk khalayak umum ataupun kepada kalangan seniman (grafis) itu sendiri.

Sementara mengenai tempat penyelenggaraan, berbeda dengan PSGY tahun 2017 yang menempati Jogja Nasional Museum (JNM) -Gampingan Wirobrajan, maka kali kedua di tahun 2019 ini helatan tersebut sedikit bergeser tempat, yaitu berada di area Museum Sonobudoyo (Eks KONI) Yogyakarta yang letaknya tak hanya sebelah selatan dari Titik 0 Kilometer Jogja. Pun dengan beberapa workshop, ia digelar di Loops Station dengan lokasi yang hanya berseberangan dengan gedung Eks KONI, yaitu sama-sama berada di Jalan Pangurakan -sebelah selatan Titik 0 Kilometer Yogyakarta.

Guna mengetahui lebih detil perihal pameran ini, di bawah ini bisa disimak nukilan dari kuratorial mengenai Pekan Seni Grafis Yogyakarta tahun 2019 yang juga dipaparkan oleh Bambang ‘Toko’ Witjaksono, khususnya pemaparan yang terkait dengan Relief Print – Karakter dan Sejarahnya di Indonesia.

***

Pekan Seni Grafis Yogyakarta -Linoleographs -Relief Print dalam Sejarah Negara IndonesiaSebagai pendahuluan dapat diketahui bahwa seni grafis modern didefinisikan secara konvensional sebagai karya dua dimensional yang memanfaatkan proses cetak seperti cetak tinggi (relief print), cetak dalam (intaglio), cetak datar (planografi), dan cetak saring (serigrafi, screen printing) yang menjadi bagian dalam konstruksi wilayah seni murni (Wulandari, 2008:1).

Hanya saja, berdasarkan pada perkembangan teknologi cetak, konsepsi konvensional di atas masih perlu dipertanyakan ulang; ‘Apakah nilai-nilai konvensi yang telah disepakati tersebut haruslah menjadi stagnan dan tak berkembang?’ Padahal bisa kita pahami bahwa perkembangan zaman dengan segala dimensinya ini selalu dan terus bergerak ke depan.

Jejak perkembangan seni grafis modern Indonesia bisa ditilik sedari lahirnya Republik Indonesia, yaitu dengan karya-karya yang secara estetik bermutu, dan secara politik lantang menggemakan suara. Dan, heroisme, patriotisme, pergulatan artistik, dan kecerdikan mengakali situasi yang menekan, pada akhirnya menemukan mediumnya pada pahatan lino. Karenanya, dari sanalah, satu sisi dari Indonesia menjelmakan diri dalam pergaulan antarbangsa (Supriyanto, 2000 :4).

Sejarah juga mencatat bahwa seni grafis terlahir semenjak kebutuhan-kebutuhan akan propaganda gerakan politik kemerdekaan Indonesia, khususnya pada dasawarsa 1940-an hingga 1950-an. Dalam hal ini perlu mengingat eksplorasi seni yang dilakukan Affandi, Abdul Salam, Suromo, Baharuddin Marasutan dan Mochtar Apin (Siregar, 2005 :5).

Para perintis dalam seni grafis adalah juga seorang pelukis ataupun ilustrator. Kenyataannya, peran profesi rangkap pun profesi ganda inilah yang mampu memberi warna perjalanan seni grafis di Indonesia. Namun lebih dari itu, yang patut dicatat pada perkembangan awal kemunculan seni grafis itu sendiri adalah penjelajahan medium dalam merespon zamannya. Penjelajahan ke dalam medium tersebut dapat menyingkapkan kemungkinan-kemungkinan ekspresi baru. Penjelajahan seperti itu adalah upaya berharga, yang pada akhirnya tidak cuma memperkaya dunia seni, tetapi juga memperkaya pandangan masyarakat luas pada umumnya. Catatan inilah yang kiranya perlu dicermati dalam perkembangan seni grafis Indonesia saat ini, apalagi ketika harus dihadapkan pada berbagai kemungkinan medium yang semakin beragam di zaman dengan kemajuan teknologi.

Karakteristik Relief Print

Relief print merupakan julukan untuk teknik cetak dalam seni grafis, termasuk di dalamnya teknik cukil kayu, di mana bagian matriks (plat atau papan) yang akan mencetak warna adalah pada permukaan aslinya; pada konteks ini, bagian yang tak berwarna adalah bagian yang dicukil.

Implentasi teknik seperti ini pada kehidupan sehari-hari dapat kita temukan dalam sistem cap ataupun stempel. Sebagai sebuah teknik yang akan menghadirkan hasil cetakan dari bagian matrix yang masih datar (tidak dicukil), maka jenis-jenis material papan/matrix dan teknis ketika mencukil matrix akan sangat menentukan hasil cetaknya. Hal inilah yang kemudian banyak dieksplorasi oleh seniman-seniman pengguna teknik relief print untuk menghadirkan karakter cukilan ataupun tekstur -yang dibentuk karena ketebalan tinta- menjadi suatu ciri khas unik. Ada cukilan yang berifat liris, berkarakter kuat dan tegas, namun ada pula yang hadir dengan berbagai macam eksperimentasi dalam pengolahan tekstur.

Relief Print pada Sejarah Republik Indonesia

Pekan Seni Grafis YogyakartaDengan latar-belakang dari adanya berbagai karakter khas karya relief print, maka pameran Pekan Seni Grafis 2019 kali ini bakal difokuskan pada karya-karya seni grafis dengan teknik relief print. Dan sebagai teknik yang paling awal digunakan pada dunia seni grafis, bahkan bukan hanya di Indonesia namun juga di dunia, maka karya relief print sangat bersejarah bagi Negara.

Sejarah ini terbentuk tak lain karena hasil karya cukilan linoleum milik Baharudin Marasutan dan Mochtar Apin, yang fungsinya juga dijadikan sebagai alat diplomasi negara Indonesia saat peringatan ulang tahun kemerdekaan Indonesia pertama di tahun 1946.

Sebagai karya relief print, kenyataannya karya-karya dalam satu portofolio “Linoleographs” tadi belum banyak dibedah secara visual. Lain dari itu, yang lebih banyak dibicarakan masih sebatas fungsinya sebagai sarana ucapan”terima kasih” kepada negara-negara yang mengakui kemerdekaan Indonesia setelah proklamasi 17 Agustus tahun 1945. Pandangan ini dipaparkan secara rinci oleh Sanento Yuliman, sebagaimana terpantik dari Majalah TEMPO edisi tahun 1990 di bawah ini.

PERINGATAN ulang tahun Republik Indonesia yang belum pernah ditiru orang hingga sekarang ternyata dilakukan oleh Sekretariat Menteri Negara Urusan Pemuda seksi Perhubungan Luar Negeri pada tahun 1946. Caranya, menerbitkan kumpulan karya grafis. Sembilan belas gambar cukilan linoleum, tercetak pada lembar kertas lepas berukuran sekitar 45 X 37 cm, disatukan dalam portofolio bertuliskan “Linoleographs”. Pada kolofon — tulisan pada lembar penutup, berisi data penerbitan — tercetak keterangan dalam tiga bahasa: Indonesia, Prancis, dan Inggris.

Keterangan dalam bahasa Indonesia, begini:
Koempoelan ini, berisi sembilanbelas lembar pahatan lino, diterbitkan OEROESAN PEMOEDA — PERHOEBOENGAN LOEAR NEGERI (Sekretariaat Menteri Negara) di DJAKARTA, mendjadi peringatan setahoen REPOEBLIK INDONESIA, pada tanggal 17, hari boelan 8, tahoen 1946.

Penerbitan sematjam ini adalah jang pertama didalam sedjarah kesenian Indonesia. Pahatan lino ini ditjetak dengan tangan oleh kedoea pemahatnja sendiri dengan memakai pers tangan BALAI POESTAKA di DJAKARTA, kertas-tidak berserat Howard Ledger dan “Oud Hollands”. Penerbitan ini terbatas sedjoemlah 36 (tiga poeloeh enam boeah), jang nomor A-B-C, ditjetak keatas kertas “Oud Hollands” dan nomor IV-XV, ditjetak kertas Howard Ledger, disediakan oentoek OEROESAN PEMOEDA — PERHOEBOENGAN LOEAR NEGERI.

Tiap-tiap koempoelan diboeboehi angkanja serta ditanda tangani oleh pemahatnja: BAHARUDIN, lahir di Boekit Tinggi, tahoen 1910, dan MOCHTAR APIN, lahir di Padang Pandjang, tahoen 1923. Cukilan (“pahatan”) lino, cetak tangan (bukan mesin), kertas pilihan, dan kecermatan serta kehati-hatian dalam kerja menampakkan upaya keras untuk menghasilkan karya yang layak bagi para bibliophile, yaitu para pencinta dan pengumpul buku, khususnya buku yang langka dalam mutu cetakan, jilid dan (atau rancangan portofolio). Dan ini yang pertama di Republik Indonesia.

Untuk apa?

Menurut Mochtar Apin, kepada setiap negara yang pada waktu itu telah mengakui kedaulatan Republik Indonesia, misalnya India dan Australia, Sekretariat Menteri Negara Urusan Pemuda memberikan satu eksemplar kumpulan grafis itu sebagai pernyataan terima kasih.

(Majalah TEMPO, Terbit 25 Agustus 1990)

Dengan adanya sekumpulan karya linoleograps dari Baharudin Marasutan dan Mochtar Apin, maka kita bukan saja sebatas bisa menyaksikan bukti sejarah adanya artefak sarana ucapan “terima kasih” atas pengakuan kemerdekaan Indonesia, namun lebih dari itu, kita juga dapat mengamati dan mempelajarinya secara teknik, di antaranya adalah tentang material dan makna dari masing-masing gambar yang ada.

Pantjangan Pertama -Linoleographs -Relief Print dalam Sejarah Negara IndonesiaSetelah karya linoleographs Baharudin dan Apin tahun 1946 tersebut, Perkumpulan Seniman Merdeka Indonesia “GELANGGANG”, -dimana Mochtar Apin termasuk anggota di dalamnya-, menerbitkan kumpulan karya linocut Mochtar Apin yang bertajuk “Pantjangan Pertama” dengan dibantu oleh penerbit Pustaka Rakjat, Jakarta pada tahun 1951.

Pantjangan Pertama adalah bendelan (bandling) karya lino yang berjumlah 12 eksemplar, masing-masing berukuran 8 x 10 cm. Pada pengantar bendelan tersebut, Mochtar Apin juga menulis Sepatah Kata tentang Pahatan-Lino, yang secara singkat menjelaskan sejarah dan teknis dari linocut karena apabila dibandingkan dengan seni lukis, pada saat itu linocut masih belum banyak dikenal di Indonesia.

Buku (bendel) Pantjangan Pertama ini merupakan seri pertama dari buku-buku yang dikeluarkan oleh “Gelanggang” dan juga kelak bakal dinamakan seri Gelanggang.

Perkembangan Karya Relief Print

Setelah kita dapat mengamati karya-karya cukilan lino tersebut, maka pertanyaan yang kemudian akan muncul adalah: bagaimana dengan perkembangan cetak lino, atau dunia cetak dan dunia seni grafis pada umumnya di Indonesia? Bagaimana perkembangan visualisasinya? Bagaimana pula fungsi yang disandangnya sekarang?

Guna mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan besar tersebut, selain memamerkan kumpulan portofolio linoleographs hasil karya dari Mochtar Apin, dalam PSGY -Pekan Seni Grafis Yogyakarta 2019 juga akan dihadirkan karya-karya seniman lain dengan teknik relief print dari masa ke masa, dari generasi ke generasi, hingga karya baru yang dibuat pada tahun 2019 ini. Dengan demikian, selanjutnya kita akan dapat melihat bagaimana perjalanan secara visual dari karakter, fungsi, dan makna karya grafis dengan teknik relief print di Indonesia ini.

***

Komunitas Gelanggang -Pekan Seni Grafis YogyakartaPaparan di atas adalah serangkaian kalimat yang kemudian berbentuk paragraf serta berlanjut menjelma menjadi artikel, sebagai paparan kuratorial yang disampaikan oleh Bambang ‘Toko’ Witjaksono. Ialah sosok ketua tim kurator pada helatan Pekan Seni Grafis tahun 2019, yang juga dibantu oleh dua orang anggota kurator lainnya.

Selain Bambang Toko, dua orang kurator PSGY tahun 2019 tersebut, masing-masing adalah Maryanto selaku perupa dan juga Theresia Agustina Sitompul,M.Sn. yang saat ini merupakan Ketua Asosiasi Pegrafis Indonesia.

Ikhwal pemaparan di atas dirajut dengan mencantumkan beragam sumber pustaka, di antaranya adalah sebagai berikut:
– Supriyanto, Enin, Mulyadi, Efix, dkk., 2000. Pengantar Setengah Abad Seni Grafis Indonesia, Kepustakaan Populer Gramedia dan Bentara Budaya. Jakarta-Yogyakarta
– Siregar T.H., Aminudin.2005. Kedudukan Seni Grafis dalam Seni Rupa Kita, Makalah Seminar Seni Grafis 2005. Galeri Soemardja FSRD: ITB
– Sri Wulandari, Wiwik.2000. Tema Sosial Politik dalam Seni Rupa Kontemporer Yogyakarta dekade 1990-an.Skripsi tidak diterbitkan: Jurusan Seni Murni Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta
– http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1990/08/25/SR/mbm.19900825.SR19341.id.html

Agenda & Jadwal Acara Pekan Seni Grafis Yogyakarta (PSGY) Tahun 2019

Di bawah ini adalah tentang rangkaian program, agenda, pun jadwal agenda acara dari diselenggarakannya Pekan Seni Grafis Yogyakarta (PSGY) tahun 2019;

  1. PEMBUKAAN PEKAN SENI GRAFIS 2019 (14 September 2019)
  2. PAMERAN SENI GRAFIS (14 – 27 September 2019) 
    60 Seniman (undangan dan seleksi open call)
  3. WORKSHOP – 7 TEKNIK GRAFIS (15 – 26 September 2019)
  4. JADWAL WORKSHOP PSGY 2019
    1. Mokuhanga oleh Miracle Print Studio (15-19 September 2019)
    2. Lino Cut oleh Deni Rahman (15-19 September 2019)
    3. Pembuatan Kertas oleh Devy Ferdiyanto (22-26 September 2019)
    4. Sablon oleh Mata Tikus (22-26 September 2019)
    5. Relief Print Anak oleh Theresia A. Sitompul (22-26 September 2019)II
    6. Relief Wax oleh Arwin Hidayat (22-26 September 2019)
    7. Kitchen Litho oleh Adi Sundoro (21-25 September 2019)
    8. Restorasi Kertas oleh Eri Sustiyadi, S.T, M.A (25-26 September 2019)
  5. LOMBA
    1. Cukil Battle ‘PSGY mencari Jawara Cukil’ untuk Umum
     (penyisihan 21 September 2019, Final 27 September 2019)
    2. Karya Seni Grafis Pelajar SMA/SMK
    (pengumpulan karya 13 – 25 September 2019) – Penjurian 26 September 2019
  6. SEMINAR PSGY (26 September 2019)
    Narasumber:
    – Agung “Leak” Kurniawan
    – Deni Rahman
    – Devy Ferdiyanto
    – Ipong Purnamasidhi
  7. PROGRAM RESIDENSI (2 seniman luar kota)

Lebih lanjut perihal Pekan Seni Grafis Yogyakarta 2019, sila dapat menghubungi kontak media pada nomor +6281 2294 0276 atas nama Adinda Ayu. [hmk]

4.9/5 - (9 votes)

Simak Pula Pawarta Tentang , Atau Adicara Menarik Lain Oleh Haiki Murakabi


Tentang Haiki Murakabi