Jumat 09 Dec 2016 16:48 WIB

Bukit Shafa dan Marwah, Saksi Islamnya 40 Sahabat

Permulaan bukit Shafa di Makkah.
Foto: Antara/Prasetyo Utomo/ca
Permulaan bukit Shafa di Makkah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bukit Shafa dan Marwah merupakan tempat bersejarah dakwah pertama d Makkah, banyak perisitiwa yang terjadi di sekitar bukit tersebut.

Salah satunya di lokasi rumah Al-Arqam ibnu Abi Al-Arqam yang merupakan tempat dakwah secara sembunyi-sembunyi Nabi dan para sahabatnya. Sekitar 40 orang masuk Islam di tempat itu, termasuk Umar bin Khatab. 

Di rumah Al-Arqam ibnu Abi Al-Arqam, Rasulullah mengumpulkan para penduduk mekkah untuk melakukan tausiyah. Namun, Abu Lahab beserta istrinya menanggapi negatif tentang kegiatan tersebut. Maka turunlah Surat Al-Lahab yang berbunyi: “Celakalah kedua tangan Abu Lahab sungguh ia celaka”. 

Di tempat itu juga istri Abu Sufyan, seorang pembesar kota Makkah, mengucapkan syahadatnya dan hijrah ke agama Islam. Ketika itu rasul mengatakan, “Barang siapa yang berada di rumah Abu Sufyan mereka akan selamat.”

Shafa secara etimologi adalah Al-Hajaru Al-Amlas yang berarti batu yang licin atau Al-Hijarutu Al-Aridh yang berarti batu datar yang lebar. Kedua istilah itu mengandung makna bahwa Shafa adalah bukit yang memiliki tinggi sekitar dua meter dan lebar tiga meter. Shafa jaraknya sekitar 130 meter dari Kaabah. 

Sedangkan Marwah secara etimologi adalah Hijaratun Baidhun yang berarti batu lonjong seperti telur, dan memiliki makna bahwa Marwah adalah tempat yang berbukit. Dahulu, di sana ada sebuah gunung bernama Gunung Qaiqa’an. Jarak Marwa sekitar 300 meter dari Kaabah. 

Pada mulanya, bukit Safa dan Marwa hanya berebntuk hamparan lembah yang luas. Namun, Pada zaman Raja Husein bin Ali bin Aun, bukit tersebut direnovasi atas dasar pertimbangan semakin banyakna jamaah yang melakukan Sa’i dan teriknya matahari. Untuk pertama kalinya tempat Sa’i itu memakai atap dan masuk ke area Masjidil Haram. 

Kemudian pada tahun 1366 Hijriyah, Raja Abdul Aziz melakukan renovasi dengan menambahkan tembok di tengah sebagai jalur untuk mereka yang memakai kursi roda. Kini, tempat Sa’i itu lebih dikenal dengan nama Mas’a jadid, tempat Sa’i yang modern atau baru. 

Sebenarnya tidak ada istilah jadid (baru) karena hal tersebut masih tetap pada asal pondasinya.  Kodisinya saat ini terdiri dari tiga lantai dan akan mengalami perluasan karena semakin banyaknya jumlah jamaah yang datang untuk melaksanakan ibadah, khusunya Sa’i. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement