Anda di halaman 1dari 54

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi Traksi
1.1 Traksi adalah Suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Traksi
digunakan untuk meminimalkan spasme otot ; untuk mereduksi,
mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur ; untuk mengurangi
deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara kedua permukaan
patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang
diinginka untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor-faktor yang
mengganggu keefekktifan tarikan traksi harus dihilangkan (Smeltzer &
Bare, 2001 ).
1.2 Traksi merupakan pemasangan pen atau kawat untuk memberikan traksi
kontinu (Susan Martin, dkk, 1993).
1.3 Traksi adalah suatu tindakan untuk memindahkan tulang yang patah /
dislokasi ke tempat yang normal kembali dengan menggunakan daya tarik
tertentu atau dengan kata lain suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian
tubuh, yang diindikasikan pada pasien dengan fraktur dan atau dislokasi.
1.4 Jadi dapat disimpulakn bahwa traksi adalah suatu gaya yang langsung
pada daerah tertentu dan diberikan senatural mungkin untuk menarik otot.
Untuk mengaplikasikan gaya tersebut dibutuhkan tali, katrol, dan dengan
pemberat itu sendiri.
- Prinsip traksi meliputi tali utama dipasang di pin rangka sehingga
menimbulkan gaya tarik, berat ekstremitas dengan alat penyokong
harus seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat dipertahankan,
pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus,
traksi dapat bergerak bebas dengan katrol, pemberat harus cukup tinggi
diatas permukaan lantai, dan traksi yang dipasang harus baik dan terasa
nyaman.

1
2. Tujuan Traksi
2.1 Tujuan dari pemasangan traksi pada klien yang mengalami gangguan
muskuloskeletal adalah mobilisasi tulang belakang servikal, reduksi
dislokasi / subluksasi, distraksi interforamina vertebrae, mengurangi
deformitas, dan mengurangi rasa nyeri.
2.2 Untuk meminimalkan spasme otot
2.3 Untuk mengurangi dan mempertahankan kesejajaran tulang yang tepat
2.4 Untuk menambah ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang
2.5 Tujuan lain dari pemasangan traksi adalah untuk dapat mempertahankan
panjang ekstermitas kegarisan (aligment) maupun keseimbangan (stability)
pada patah tulang, memungkinkan pergerakan sendi dan mempertahankan
kesegarisan fragmen- fragmen patah tulang.
2.6 Mencegah cedera pada jaringan lunak
2.7 Untuk merawat kondisi inflamasi dengan imobilisasi sendi (mis. Arthritis
atau tuberkulosis

3. Klasifikasi Traksi
a. Menurut jenisnya traksi meliputi :
1. Traksi lurus atau langsung, memberikan gaya tarikan dalam satu garis
lurus dengan bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Traksi ekstensi
Buck dan traksi pelvis merupakan contoh traksi lurus.
2. Traksi suspensi seimbang memberi dukungan pada ekstrimitas yang
sakit di atas tempat tidur sehingga memungkinkan mobilisasi klien
sampai batas tertentu tanpa terputusnya garis tarikan. Traksi ini
memberi dukungan pada ekstremitas yang sakit di atas tempat tidur,
sehingga memungkinkan mobilisasi pasien sampai batas tertentu tanpa
terputusnya gaya tarikan.
b. Menurut cara pemasangan traksi, sebagai berikut:
Traksi dapat dilakukan pada kulit (traksi kulit) atau langsung ke
skelet tubuh (traksi skelet). Traksi dapat dipasang dengan tangan (traksi
manual), dan merupakan traksi sementara yang bisa digunakan pada saat
pemasangan gips.

2
1. Traksi kulit
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol spasme kulit dan
memberikan imobilisasi. Bila dibutuhkan beban traksi yang berat dan
dalam waktu yang lama, sebaiknya gunakan traksi skelet. Traksi kulit
terjadi akibat beban menarik tali, spon karet atau bahan kanvas yang
diletakkan ke kulit. Traksi pada kulit meneruskan traksi ke struktur
musculoskeletal. Beratnya beban yang dipasang sangat terbatas, tidak
boleh melebihi toleransi kulit, tidak lebih dari 2-3 kg. traksi pelvis
umumnya 4,5-9 kg, tergantung berat badan klien (Smeltzer, 2001).
Beban tarikan pada traksi kulit tidak boleh melebihi 5 kg, karena
bila beban berlebih kulit dapat mengalami nekrosis akibat tarikan yang
terjadi karena iskemia kulit. Pada kulit yang tipis, beban yang diberikan
lebih kecil lagi dan pada orang tua tidak boleh dilakukan traksi kulit.
Traksi kulit banyak dipasang pada anak-anak karena traksi skelet pada
anak dapat merusak cakram epifisis. Jadi beratnya beban traksi kulit antara
2-5 kg. dikarenakan traksi kulit diaplikasikan ke kulit kurang aman , batasi
kekuatan tahanan traksi.
Lama traksi, baik traksi kulit maupun traksi skelet bergantung pada
tujuan traksi. Traksi sementara untuk imobilisasi biasanya hanya beberapa
hari, sedangkan traksi untuk reposisi beserta imobilisasi lamanya sesuai
dengan lama terjadinya kalus fibrosa. Setelah terjadi kalus fibrosa,
ekstremitas diimobilisasi dengan gips.
Traksi kulit yang berperekat digunakan untuk traksi continue,
sementara yang tidak berperekat digunakan secara intermitten, traksi
tersebut dapat dengan mudahdilepaskan dan dipasang kembali. Hal ini bisa
dilakukan dengan cara yang bervariasi : ekstensi adhesive dan non
adhesive kulit, splint, sling, sling pelvis, dan halter cervical.
Traksi kulit apendikuler (hanya pada ekstremitas) digunakan pada
orang
dewasa, termasuk traksi ekstensi Buck, traksi Russel, dan traksi Dunlop.
A. Traksi Buck, ekstensi Buck (unilateral atau bilateral) adalah bentuk traksi
kulit di mana tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi

3
parsial atau temporer yang diinginkan (Smeltzer, 2001). Traksi Buck
digunakan untuk memberikan rasa nyaman setelah cedera pinggul sebelum
dilakukan fiksasi bedah. Sebelumnya inspeksi kulit dari adanya abrasi dan
gangguan peredaran darah. Kulit dan peredaran darah harus salam keadaan
sehat agar dapat menoleransi traksi. Kulit harus bersih dan kering sebelum
boot spon atau pita traksi dipasang. Traksi buck merupakan traksi kulit
yang paling sederhana, dan paling tepat bila dipasang untuk anak muda
dalam jangka waktu yang pendek.
B. Traksi Russel, traksi Russel dapat digunakan untuk fraktur pada plato
tibia, menyokong lutut yang fleksi pada penggantung dan memberikan
gaya tarikan horizontal melalui pita traksi dan balutan elastis ke tungkai
bawah. Bila perlu, tungkai dapat disangga dengan bantal agar lutut benar-
benar fleksi dan menghindari tekanan pada tumit. Walaupun traksi rangka
seimbang dapat digunakan untuk menangani hampir semua fraktur femur,
reduksi untuk fraktur panggul mungkin lebih sering diperoleh dengan
memakai traksi Russell dalam keadaan ini paha disokong oleh beban.
Traksi ini diperuntukan 3-12 tahun. Traksi longitudinal diberikan dengan
menempatkan pin dengan posisi tranversal melalui tibia dan fibula diatas
lutut. Efek dari rancangan ini adalah memberikan kekuatan traksi ( berasal
dari gaya tarik vertikal beban paha dan gaya tarik horizontal dari kedua tali
pada kaki ) yang segaris dengan tulang yang cidera dengan kekuatan yang
sesuai. Jenis traksi paling sering digunakan untuk memberi rasa nyaman
pada pasien yang menderita fraktur panggul selama evaluasi sebelum
operasi dan selama persiapan pembedahan. Meskipun traksi Russell dapat
digunakan sebagai tindakan keperawatan yang utama dan penting untuk
patah tulang panggul pada penderita tertentu tetapi pada penderita usia
lanjut dan lemah biasanya tidak dapat mengatasi bahya yang akan timbul
karena berbaring terlalu lama ditempat tidur seperti dekubitus, pneumonia,
dan tromboplebitis (Smeltzer, 2001).
C. Traksi Dunlop adalah traksi yang digunakan pada ekstremitas atas. Traksi
horizontal diberikan pada humerus dalam posisi abduksi, dan traksi
vertikal diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi. Untuk menjamin

4
traksi kulit tetap efektif, harus dihindari adanya lipatan dan lepasnya
balutan traksi dan kontraksi harus tetap terjaga. Posisi yang benar harus
dipertahankan agar tungkai atau lengan tetap dalam posisi netral. Untuk
mencegah pergerakan fragmen tulang satu sama lain, klien dilarang
memiringkan badannya namun hanya boleh bergeser sedikit. Traksi kulit
dapat menimbulkan masalah risiko, seperti kerusakan kulit, tekanan saraf,
dan kerusakan sirkulasi.
D. Traksi Kulit Bryant
Disebut juga Gallows traction. Traksi bryan merupakan adaptasi dari
Buck ekstention untuk menstabilkan fraktur femur atau memperbaiki
dislokasi pinggul congenital pada anak yang masih muda dengan berat
dibawah 1,7 kg. Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil
yang umurnya < 1 tahun yang mengalami patah tulang paha (dislokasi
sendi panggul). Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anak-anak
yang berat badannya lebih dari 30 kg. kalau batas ini dilampaui maka kulit
dapat mengalami kerusakan berat.

2. Traksi Skelet
Metode ini sering digunakan untuk menangani fraktur femur, tibia,
humerus, dan tulang leher. Traksi dipasang langsung ke tulang dengan
menggunakan pin metal atau kawat (missal Steinmans pin, Kirchner
wire) yang dimasukkan ke dalam tulang di sebelah distal garis fraktur,
menghindari saraf, pembuluh darah, otot, tendon, dan sendi. Tong yang
dipasang di kepala (missal Gardner-Wells tong) difiksasi di kepala untuk
memberikan traksi yang mengimobilisasi fraktur leher (Smeltzer, 2001).
Traksi skelet biasanya menggunakan beban 7-12 kg untuk
mencapai efek terapi. Beban yang dipasang biasanya harus dapat
melawan daya pemendekan akibat spasme otot yang cedera. Ketika otot
rileks, beban traksi dapat dikurangi untuk mencegah terjadinya dislokasi
garis fraktur dan untuk mencapai penyembuhan fraktur. Beban traksi
untuk reposisi tulang femur dewasa biasanya 5-7 kg, pada dislokasi lama
panggul bisa sampai 15-20 kg.

5
Kadang-kadang traksi skelet bersifat seimbang, yang menyokong
ekstremitas terkena, memungkinkan klien dapat bergerak sampai batas-
batas tertentu, dan memungkinkan kemandirian klien maupun asuhan
keperawatan, sementara traksi yang efektif tetap dipertahankan. Bebat
Thomas dengan pengait Pearson sering digunakan dengan traksi kulit dan
aparatus suspense seimbang lainnya.
A. Traksi Rangka Seimbang
Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang
pada korpus femoralis orang dewasa. Sekilas pandangan traksi ini tampak
komplek, tetapi sesunguhnya hanyalah satu pin rangka yang ditempatkan
tranversal melalui femur distal atau tibia proksimal. Dipasang pancang
traksi dan tali traksi utama dipasang pada pancang tersebut.
B. Traksi 90-90-90
Traksi 90-90-90 sangat berguna untuk merawat anak- anak usia 3 tahun
sampai dewasa muda. kontrol terhadap fragmen fragmen pada fraktur
tulang femur hamper selalu memuaskan dengan traksi 90-90-90 penderita
masih dapat bergerak dengan cukup bebas diatas tempat tidur.
C. Traksi manual menunjukkan tahanan dorongan yang diaplikasikan
terhadap seseorang di bagian tubuh yang terkena melalui tangan mereka.
Dorongan ini harus constant dan gentle. Traksi manual digunakan untuk
mengurangi fraktur sederhana sebelum aplikasi plester atau selama
pembedahan. Hal ini juga digunakan selama pemasangan traksi dan jika
ada kebutuhan secara temporall melepaskan berat traksi.
D. Jenis-jenis traksi tulang
Traksi pada tulang biasanya menggunakan kawat Krischner (K-wire)
atau batang dari Steinmann lokasi-lokasi tertentu, yaitu :
a. Proksimal tibia.
b. Kondilus femur.
c. Olekranon.
d. Kalkaneus (jarang dilakukan karena komplikasinya).
e. Traksi pada tengkorak.
f. Trokanter mayor.

6
g. Bagian distal metakarpal.
- Traksi tulang dengan menggunakan kerangka dari Bohler Braun pada fraktur
orang dewasa
- Thomas splint dengan pegangan lutut atau alat traksi dari Pearson.
- Traksi tulang pada olekranon, pada fraktur humerus.
- Traksi yang digunakan pada tulang tengkorak misalnya Gradner Well Skull
Calipers

E. Jenis- Jenis Traksi dalam Oterpedi


1. Weber Extensionsapparat
Traksi kulit dan traksi skeletal
Fraktur batang femur pada anak-anak.
2. Cotrel traction
Untuk terapi skoliosis (kelainan tulang punggung)
Tindakan pendahuluan sebelum operasi
dan pemasangan gips.
3.Ducroquet extension
Pada skoliosis
Sebagai persiapan untuk operasi
4. Cervical traction
Untuk traksi leher
Pada pasien duduk atau tiduran
Secara continous atau secara intermittent
5. Halo-Femoral traction
Traksi berlawanan pada kepala dan femur
Digunakan alat Crutchfield Tongs
6. Well-Leg traction
Gips pada kedua kaki dengan batang yang menghubungkan keduanya.
Digunakan pada fraktur femur
7. Fisk traction
Digunakan pada fraktur supracondylair femur
Dengan bantuan Thomas Splint yang dimodifikasi

7
Traksi skeletal

4. Indikasi
a. Nyeri dan spasme otot
b. Hipermobilitas yang reversible : keterbatasan gerak yang progresif
c. Imobilitas yang fungsional : traksi yang digunakan pada berbagai macam
fraktur, indikasi traksi antara lain adalah:
Traksi rusell : digunakan pada pasien fraktur pada plato tibia
Traksi buck : indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah
untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut
diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut
Traksi Dunlop : merupakan traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal
diberikan pada humerus dalam posisi abduksi, dan traksi vertical diberikan
pada lengan bawah dalm posisi flexsi.
Traksi kulit Bryani : sering digunakan untuk merawat anak kecil yang
mengalami patah tulang paha
Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang
pada korpus pemoralis orang dewasa
Traksi 90-90-90 pada fraktur tulang femur pada anak-anak usia 3 thn
sampai dewasa muda.
4.1 Indikasi Traksi Kulit
a. Anak-anak
b. Traksi temporer- hanya untuk beberapa hari, missal pre operasi
c. Tahanan kecil dibutuhkan untuk menjaga reduksi 5kg
d. Kerusakan kulit atau adanya sepsis diarea tersebut
e. Traksi kulit merupakan terapi pilihan pada fraktur femur dan beberapa
fraktur suprakondiler humeri anak-anak.
f. Fraktur-fraktur yang sangat bengkak dan tidak stabil misalnya fraktur
suprakondiler humeri pada anak-anak.
4.2 Indikasi Traksi Skeletal
a. Orang dewasa membutuhkan > 5kg traksi
b. Kerusakan kulit membutuhkan dressings

8
c. Jangka panjang
4.3 Untuk traksi pada kelainan-kelainan tulang belakang seperti hernia
nukleus pulposus (HNP) atau spasme otot-otot tulang belakang.
4.4 Indikasi Traksi Tulang
Indikasi penggunaan traksi tulang :
Apabila diperlukan traksi yang lebih berat dari 5 kg pada orang dewasa.
Traksi pada anak-anak yang lebih besar.
Pada fraktur yang bersifat tidak stabil, oblik atau komunitif.
Fraktur-faktur tertentu pada daerah sendi.
Fraktur terbuka dengan luka yang sangat jelek dimana fiksasi eksterna
tidak dapat dilakukan.
Jangka panjang desinfeksi kulit, penutup steril, anastesi lokal
Dipergunakan sebagai traksi langsung pada traksi yang sangat berat
misalnya dislokasi panggul yang lama sebagai persiapan terapi definitif.

5. Kontraindikasi
1) Hipermobilitas
2) Efusi Sendi
3) Inflamasi
4) Fraktur humeri dan osteoporosis
a. Kontraksi pada traksi kulit meliputi:
- nekrosis kulit,
- obstruksi vaskuler,
- oedem distal,
- serta peroneal nerve palsy pada traksi tungkai.
b.Kontraindikasi pada traksi tulang : anak

6. Komplikasi Traksi
Komplikasi Traksi secara umum:
1. Dekubitus
2. Kongesti Paru dan Pneumonia
3. Konstipasi dan Anoreksia

9
4. Stasis dan Infeksi Saluran Kemih
5. Trombosis Vena Profunda
6. Pressure Ulcer
7. Konstipasi
6. Infeksi, misalnya infekis melalui kawat/pin yang digunakan.
7. Kegagalan penyambungan tulang (nonunion) akibat traksi yang berlebihan.
8. Luka akibat tekanan misalnya Thomas splint pada tuberositas tibia.
9. Parese saraf akibat traksi yang berlebihan (overtraksi) atau bila pin
mengenai saraf.
Komplikasi Traksi menurut jenis:
a. Traksi kulit yaitu :
- penyakit trombo emboli , abersi, infeksi, alergi pada kulit, perban elastic
dapat menggangu ssirkulasi, timbul ulserasi akibat tekanan pada maleolus,
pada lansia , traksi yang berlebihan dapat merusak kulit yang rapuh.
b. Traksi Russells yaitu:
- Perlu bedrest yang mengakibatkan dekubitus dan pneumoni, penderita
bergerak akibatnya beban turun sehingga traksi tidak adekuat,dan infeksi.
c. Cervical Traksin yaitu :
- Ganggguan integritas kulit, alergi, dank lien tidak nyaman dan
meleleahkan.

7. Persiapan alat
Persiapan alat:
Skin traksi kit
k/p pisu cukur
k/p balsam perekat
k/p alat rawat luka
katrol dan pulley
beban
K/p Bantalan conter traksi
k/p bantal kasur
gunting

10
bolpoint untuk penanda/ marker

Persiapan alat pada traksi kulit :


o Bantal keras (bantal pasir )
o Bedak kulit
o Kom berisi air putih
o Handuk
o Sarung tangan bersih

Persiapan Alat Traksi


Peralatan yang dibutuhkan untuk pemasangan traksi adalah
o Tali, katrol, dan beban
o Adhesive tape
o Skin traction straps/tensocrepe
o Bantal/kantung pasir
o Foam rubber
o Metal block spreader

Persiapan alat pada traksi skeletal :


o Zat pembersih untuk perawatan pin
o Set ganti balut
o Salep anti bakteri (k/p)
o Kantung sampah infeksius
o Sarung tangan steril
o Lidi kapas
o Povidone Iodine (k/p)
o Kassa steril
o Piala ginjal

8. Persiapan pasien
Pre Interaksi
Mengucapan salam terapiutik

11
Memperkenalkan diri
Menjelaskan kepada klien dan keluarga prosedur tindakan, komplikasi,
serta tujuan tindakan pada pasien
Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien / keluarga
Membuat kontrak (waktu, tempat, dan tindakan)
Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas , sistematis dan tidak
mengancam
Diberikan kesempatan bertanya kepada klien dan keluarga untuk
klarifikasi
Mengatur posisi tidur pasien supinasi atau sesuai kebutuhan
Atur posisi pasien nyaman dan rapikan
Bila ada luka dirawat dan ditutup kassa
Bila banyak rambut k/p di cukur
Beri tanda batas pemasangan plester gips menggunakan bolpoint

Persiapan Pasien Traksi Buck


Sebelum memasang traksi kulit perlu diingat
o Traksi kulit tidak bisa dipasang pada kulit yang mengalami luka terbuka
o Lakukan pengkajian seksama terhadap pasien yang akan dipasang traksi.
Hal ini penting karena dalam beberapa kondisi, dokter tidak memiliki
kesempatan untuk melakukan pengkajian secara lengkap. Pengkajian
meliputi :
Adanya nyeri (lokasi nyeri, intensitas, durasi, faktor pencetus dan
pereda nyeri).
Kaji posisi pasien, pastikan posisinya mendukung pemasangan traksi.
Kaji kesejajaran dalam mengurangi nyeri dan menyokong ektremitas
Kaji kondisi pada bagian yang cidera, catat adanya perubahan warna
kulit, edema, erythema(kemerahan) atau adanya kelepuhan. Kaji juga
sirkulasi, sensasi, dan pergerakan dari ektremitas yang mengalami
cedera. Pengkajian ini penting sebagai parameter dasar sebelum dan
selama pemasangan traksi
o Kaji adanya alergi terhadap bahan perekat.

12
o Jangan menggunakan kembali (reuse) tali traksi, karena dimungkinkan tali
tersebut telah rusak atau terkontaminasi oleh bakteri
o Lakukan lubrikasi katrol dengan spray silicon atau minyak, sebelum
mengikatkan tali traksi ke katrol.
Perhatian Khusus
Jangan melakukan lubrikasi katrol ketika seluruh sistem traksi telah
diatur secara lengkap kecuali didampingi oleh dokter yang akan
mengatur ulang berat traksi. Lubrikasi akan mengubah friksi yang
selanjutnya akan mempengaruhi tenaga yang menyeimbangkan traksi.
Pasien lansia beresiko tinggi mengalami stasis vena. Oleh karena itu
mereka memerlukan perawatan ekstra untuk memastikan bahwa
pasien bebas dari resiko thrombosis/emboli
Konstipasi masalah yang sering terjadi pada lansia dengan traksi
sebagai akibat dari penurunan motilitas, penurunan nafsu makan, dan
penurunan intake cairan. Perawat perlu mengidentifikasi kebiasaan
BAB pasien dan memberikan tindakan untuk memastikan eliminasi
adekuat.
o Cuci tangan
o Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
o Lakukan premedikasi dengan analgesic jika diperlukan sesuai dengan order
dokter.
9. Persiapan Lingkungan
o Pastikan lingkungan dalam keadaan nyaman bagi pasien
o Berikan ruangan yang menjaga privasi pasien

10. Langkah- langkah/ Prosedur


Pelaksanaan prosedur
Mencuci tangan
Memakai handschoen
Mengatur posisi tidur pasien supinasi
Bila ada luka dirawat dan ditutup kassa
Bila banyak rambut k/p di cukur

13
Beri tanda batas pemasangan plester gips menggunakan bolpoint
k/p beri balsam perekat
Ambil skintraksi kit lalu rekatkan plester gips pada bagian medial dan lateral
kaki secara simetris dengan tetap menjaga immobilisasi fraktur
Pasang katrol lurus dengan kaki bagian fraktur
Masukkan tali pada pulley katrol
Sambungkan tali pada beban ( 1/7 BB = maksimal 5 kg
k/p pasang bantalan contertraksi atau bantal penyangga kaki
Atur posisi pasien nyaman dan rapikan
Beritahu pasien bahwa tindakan sudah selesai dan pesankan untuk manggil
perawat bila ada keluhan
Buka tirai/ pintu
Alat dikembalikan, dibersihkan dan dirapikan
Sarung tangan dilepas
Mencuci tangan

A. TRAKSI KULIT
Cuci tangan dan pasang sarung tangan
Cuci, keringkan dan beri bedak kulit sebelum traksi dipasang kembali
Lepas sarung tangan
Anjurkan klien untuk menggerakkan ekstremitas distal yang terpasang traksi
Berikan bantalan dibawah akstremitas yang tertekan
Berikan penyokong kaku (foot plates) dan lepaskan setiap 2 jam lalu anjurkan
klien latihan ekstremitas bawah untuk fleksi, ekstensi dan rotasi
Lepas traksi setiap 8 jam atau sesuai instruksi

B. Langkah langkah prosedur Traksi Buck


a. Posisikan tempat tidur dan pasien. Pasien harus diposisikan dalam posisi
supine dengan bagian kaki dari tempat tidur dinaikkan 10o .pastikan posisi
pasien sejajar.

14
b. Pastikan alat traksi dipasang dengan aman di tempat tidur. Batang katrol
harus diletakkan pada posis yang tepat, sehingga garis tarikan mensejajarkan
bagian distal dan proksimal.
c. Lakukan pemasangan skin traction straps dan lakukan pembalutan. Yakinkan
bahwa pembalutan tidak terlalu ketat melintasi bagian punggung kaki.
Penekanan yang terlalu kuat dapat mengakibatkan komplikasi yang
serius.Penggunaan skin traction straps bertujuan untuk menutupi kulit
sebanyak mungkin yang dapat dilakukan, sehingga tenaga tegangan dari
traksi dapat didistribusikan ke kulit sebanyak kulit yang dilingkupi oleh straps
ini. Akan tetapi, karena tujuan dari pemasangan traksi sebagai terapi fraktur
adalah untuk memberikan tarikan di jaringan sekitar fraktur, maka
penggunaan straps ini seharusnya tidak lebih banyak di area proksimal dari
fraktur. Pemasangan straps tidak boleh overlapping, setidaknya ada jarak 2,5
cm diantara straps.
d. Tekanan di daerah tumit dapat mengakibatkan iritasi dan kerusakan pada
kulit. Yakinkan tumit tidak menekan tempat tidur, jika perlu letakkan foam
kecil di bawah tumit sepanjang calf untuk menjaga agar tumit tidak
menempel di tempat tidur.
e. Yakinkan bahwa tekanan tidak mengenai area personal nerve sehingga tidak
terjadi footdrop.
f. Dukung pasien untuk beraktivitas sesuai dengan yang dapat ia toleransi,
termasuk latihan aktif atau pasif. Pasien dapat menggunakan trapeze untuk
bergerak menjauhi tempat tidur.
g. Hubungkan bagian footplate dengan kawat atau tali traksi. Kemudian
hubungkan tali dengan katrol dan beban. Lakukan pengikatan pada beban
dengan simpul atau gantungkan beban terhadap tempat yang disediakan.
Pastikan beban tergantung bebas, tidak menyentuh lantai atau tempat tidur.

PERAWATAN TRAKSI
Perawatan pasien dengan traksi
1) Posisikan pasien pada posisi yang tepat
Pasien harus diposisikan dalam posisi supine dengan bagian kaki dinaikkan
sekitar 10o.Posisikan pasien dibagian tengah tempat tidur.

15
2) Pastikan keefektifan Countertraction
Untuk menjaga traksi tetap efektif, perlu adanya countertraction. Jika beban
yang menekan traksi lebih besar daripada countertraction yang diberikan oleh
berat tubuh, pasien akan mengarah ke tenaga traksi atau taksi dapat mengenai
katrol traksi.
3) Monitor Adanya Friksi
Berbagai tipe friksi akan mengurangi efisiensi traksi dan mengganggu tarikan.
Implikasi terhadap aspek keperawatan termasuk mengecek untuk melihat
bahwa:
i. Spreader atau footplate tidak menyentuh ujung tempat tidur.
ii. Beban diposisikan pada level yang sesuai dari lantai. Jarak yang sesuai
dibawah katrol, tergantung bebas dari temapt tidur dan jauh dari pasien.
iii. Seluruh simpul harus jauh dari katrol
iv. Tidak terdapat hambatan pada tali traksi dari linen tempat tidur atau dari
berbagai alat traksi.
v. Tumut pasien tidak menekan pada matras
Jika ditemukan adanya kondisi diatas, maka diperlukan tindakan koreksi.
4) Lakukan Pengecekan Secara Berkala 1-2 jam
Secara umum, agar traksi tetap efektif, maka traksi harus dicek secara
berkelanjutan. Jangan pernah mengubah tanpa order dari dokter. Pengecekan
meliputi :
a. Pengecekan posisi pasien untuk memastikan countertraction tetap efektif.
b. Pengecekan untuk meyakinkan bahwa pengikat tidak tergelincir dan katrol
bekerja secara tepat dan komponen dari alat traksi tersusun secara tepat dan
kuat.
c. Pengecekan beban
Jangan pernah menambah atau mengurangi berat beban tanpa order
spesifik dari dokter.
Jangan membiarkan beban menyentuh lantai atau menyentuh bagian
tempat tidur, atau menyentuh sistem beban lainnya. Kondisi ini dapat
mengurangi beban yang dipberikan oleh traksi dan mengakibatkan alat

16
traksi tidak bekerja sebagaimana mestinya. Pertahankan seluruh beban
bebas menggantung.
Jangan membiarkan beban traksi menyentuh tubuh pasien. Tali traksi
seringkali rusak atau tergelincirsehingga perawat perlu mencegah
beban traksi melukai pasien. Beberapa tipe alat traksi yang tua perlu
tambahan besi atau katrol sehingga traksi dapat tepat bebas tergantung
jauh dari pasien.
Pastikan tali tetap berada di katrol
Pastikan simpul tidak mengenai katrol
Pastikan linen tempat tidur tidak mengganggu beban traksi.
d. Pengecekan garis tarikan traksi dan kesejajaran pasien
e. Setelah dapat traksi dapat disusun secara tepat, maka garis tarikan harus
dipertahankan. Berikan bantal/kantong pasir untuk mempertahankan
kesejajaran pasien.
5) Lindungi Sistem Cardiovascular
Pasien yang dimobilisasi beresiko mengalami trobosis vena atau emboli
paru.Tujuan perawatan adalah untuk memonitor toleransi ortostatik dan
mencegah statis vena. Intervensi untuk mencegah statis vena meliputi :
a. Monitor adanya tanda tanda deep vein thrombosis seperti pembengkakan
dan tenderness pada area calf.
b. Instruksikan pasien untuk melakukan latihan rotasi, fleksi, dan
ekstensiankle setiap 1-2 jam
c. Hindari atau minimalkan posisi yang mengakibatkan tekanan eksternal di
dinding vena seperti melekuk lutut atau menyilangkan kaki.
d. Gunakan stoking anti emboli atau pneumatic sleeves pada kaki yang tidak
cedera
6) Pertahankan status neurovascular
Gangguan neurovaskuar dapat dicegah dengan menggunakan intervesinsi
berikut ini :
a. Monitor status neurovaskuler secara berkelanjutan setiap 30 menit setelah
traksi dipasang, jika tidak terjadi perubahan neurovascular, maka
selanjutnya dapat dicek setiap 1-2 jam dengan perhatian khusus terhadap

17
area distal dari traksi dan area tekanan. Pengkajian status neurovascular
meliputi adanya edema, kualitas nadi perifr, temperature, warna kulit,
CRT. Bandingkan hasil yang diperoleh di area cedera dan area sehat.
b. Monitor adanya nyeri yang berlebihan, ketidakmampuan menggerakkan
bagian distal tubuh yang ditraksi, sensasi abnormal (kesemutan, kebas,
atau rasa dingin pada ekstremitas yang cedera).
c. Ubah posisi pasien dengan keterbatasan akibat traksi setiap 2 jam, seperti
miring kiri/kanan. Sokong tubuh pasien dengan bantal ketika miring
d. Ajarkan pada pasien mengenai tanda dan gejala perubahan neurovascular
seperti peningkatan intensitas nyeri, kesemutan, kebas, atau rasa dingin
pada ekstremitas yang cedera. Minta pasien untuk melaporkan jika
menemui tanda dan gejala tersebut.
e. Laporkan tanda dan gejala gangguan neurovascular kepada dokter.
7) Lakukan perawatan kulit
Posisi yang statis dalam traksi dapat mengakibatkan tekanan yang
menghambat aliran kapiler ke kulit yang mengakibatkan nekrosis jaringan dan
luka tekanan. Integritas kulit dapat dipertahankan dengan :
a. Monitor integritas kulit di tonjolan tulang dan berbagai area tubuh yang
diliputi oleh alat traksi
Untuk mencegah luka akibat tekanan, maka perlu perhatian khusus pada
lokasi lokasi berikut ini :
Ekstremitas Atas
Tonjolan tulang disiku
Jaringan lunak anterior di sendi siku
Tonjolan tulang di pergelangan tangan
Permukaan palmar pergelangan tangan

Ekstremitas Bawah
Peroneal nerves dibagian leher fibula
Tendon hamstring di bagian belakang lutut
Tonjolan tulang di ankle
Bagian belakang tumit

18
Jaringan lunak di bagian depan ankle dan bagian atas kaki
Greater trochanter (bagian terluar dari paha atas)

Batang Tubuh
Tonjolan dari tulang belakang
Tepi scapula
Puncak ilium (tepi teratas dari pelvic blades)
Area sacrum (tulang ekor)

Penekanan pada sendi siku, telapak tangan, lutut dan tumit dapat
diminimalkan dengan pemasangan balutan yang cukup banyak
mengguanakan bahan yang lembut dan lebar untuk mendistribusikan berat
dari ekstremitas ke area yang luas.Elevasi ankle mungkin dibutuhkan
untuk mengangkat ujung tungkai dari tempat tidur.Mencegah luka akibat
tekanan lebih mudah daripada mengobatinya.
b. Memberikan pijatan pada area yang berpotensi mengalami luka tekanan
setiap 2 sampai 4 jam
c. Gunakan alat untuk mengurangi tekanan atau kasur dengan tekanan yang
rendah (kasur udara). Jika terjadi luka pada kulit, maka pemijatan harus
dihentikan untuk mencegah kerusakan kulit yang lebih lanjut. Adhesive
straps yang digunakan pada traksi kulit dapat meningkatkan resiko
terhadap kulit, sehingga pemilihan bahan penggunannya harus dimonitor
secara berhati hati
8) Pertahankan Sistem Muskuloskeletal
Imobilitas dapat mengurangi kekuatan otot, merusak kekuatan otot dan
menghambat mobilitas sendi. Masalah ini dapat diminimalkan dengan
a. Ajarkan pasien melakukan latihan isomerikm dan atau isotonic pada
ekstremitas yang tidak cedera dan pada ekstremitas yang cedera
sebagaimana disarankan dokter.
b. Secara periodic posisikan pasien ke posisi fully extended
c. Anjurkan pasien melakukan aktivitas harian sebanyak yang ia mampu.

Jika pasien akan menggunakan cruthes setelah traksi selesai digunakan maka
ia harus melakukan latihan untuk menguatkan quadricepsnya dengan cara :

19
a. Menarik jari kakinya ke arah hidung sambil menekan lututnya kea rah
tempat tidur
b. Duduk di tempat tidur dan menekan tangannya melawan tempat tidur
untuk mengangkat pantatnya menjauhi tempat tidur
9) Jika pasien harus dipindahkan ketika menggunakan traksi, dokter atau tenaga
kesehatan yang berwenang mengatur traksi harus menyertai. Kegagalan dalam
menyetel ulang traksi ke konfigurasi yang tepat setelah pemindahan dapat
mengakibatkan ketidaksejajaran tulang yang berakibat serius.
10) Jangan pernah mengabaikan complain pasien
11) Setelah selesai penggunaan, seluruh alat traksi harus dibersihkan dengan
beberapa tipe larutan sterilisasi (seperti 10% larutan pemutih)

C. TRAKSI SKELETAL
Cuci tangan
Atur posisi klien dalam posisi lurus di tempat tidur untuk mempertahankan
tarikan traksi yang optimal
Buka set ganti balut, cairan pembersih dan gunakan sarung tangan steril
Bersihkan pin serta area kulit sekitar pin, menggunakan lidi kapas dengan
teknik menjauh dari pin (dari dalam ke luar)
Beri salep anti bakteri jika diperlukan sesuai protokol RS
Tutup kassa di lokasi penusukan pin
Lepas sarung tangan
Buang alat alat yang telah dipakai ke dalam plastik khusus infeksius
Cuci tangan
Anjurkan klien menggunakan trapeze untuk membantu dalam pergerakan di
tempat tidur selama ganti alat dan membersihkan area punggung/ bokong
Berikan posisi yang tepat di tempat tidur

20
11. Evaluasi
Evaluasi Traksi
Hasil yang diharapkan dari pasien yang terpasang traksi buck adalah
pasien dapat mempertahankan posisi tubuh yang baik dengan terpasang traksi dan
mempertahankan tarikan yang optimal. Parameter lain yang dapat digali adalah
pasien secara verbal menyatakan nyeri berkurang dan pasien bebas dari cidera.

Pencatatan dan Dokumentasi


Dokumentasi waktu, tanggal, tipe, beban yang digunakan, dan di sisi mana traksi
dipasang.Termasuk juga hasil pengkajian kulit dan perawatan yang dilakukan saat
traksi mau dipasang.Dokumentasikan respon pasien terhadap terhadap traksi dan
status neurovaskuler ekstremitas pasien.
Temuan yang tidak diharapakan dan intervensi yang dapat dilakuakan
Temuan yang tidak diharapakan Intervensi yang bisa dilakuakan
Pasien menyatakan nyeri pada tumit Lepaskan traksi dan lakukan
kaki yang terpasang skin traksi pengkajian kulit dan status
neurovaskuler
Pasang kembali skin traksi dan
kaji ulang status neurovascular
tiap 15-20 menit
Beritahu dokter jika pasien masih
terus merasa nyeri

Pertimbangan khusus
Kecuali kontraindikasi, ajarkan pasien untuk melakukan latihan fleksi dan
ekstensi ankle dan pemompaan betis secara teratur untuk menghindari
statis vena.
Hati hati penekanan pada nervus perifer yang terpasang traksi. Hati
hati dengan pasien terpasang buck traksi terhadap penekanan pada
penekanan nervus peroneal.
Kaji pasien yang terpasang traksi buck dalam periode lama terhadap
ketergantung, isolasi, dan hilang control

21
Hati hati pada lansia yang dipasang traksi busk .lansia beresiko terhadap
perubahan integrias kulit karena penurunan ketebalan lemak subcutan dan
lebih tipis, kering, dan mudah rusak.

22
FRAKTUR TIBIA

1. Definisi Fraktur Tibia


Menurut Mansjoer (2005:356), fraktur tibia (bumper fracture/fraktur
tibia plateau) adalah fraktur yang terjadi akibat trauma langsung dari arah
samping lutut dengan kaki yang masih terfiksasi ke tanah. Menurut pendapat
lain yaitu Smeltzer (2002:2357), fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Sedangkan menurutN Sjamsuhidajat
(1996:1138), fraktur adalah terputusnya jaringan tulang atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Kemudian menurut Tucker
(1998:198), fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas tulang.
Pendapat lain oleh Doenges (1999:761) yang menerangkan bahwa, fraktur
adalah pemisahan atau patahnya tulang.
Fraktur tibia (Fraktur Colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia
sebelah kanan akibat jatuh yang bertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka.
Fraktur ini sering terjadi pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang
osteoporesis dan tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh,
(Oswari, 1995)
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma
yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, Akibat trauma
pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma
tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang
patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka.
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah
tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi, sedangkan trauma
tumpul dapat menyebabkan fraktur tertutup yaitu apabila tidak ada luka yang
menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit.

23
2. Klasifikasi Fraktur
Menurut Smeltzer (2001:257) jenis-jenis fraktur yaitu:
1. Fraktur complete adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran (bergeser pada posisi normal). Frakturin
complete, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
2. Fraktur tertutup (fraktur simple) tidak menyebabkan robeknya kulit.
Fraktur terbuka (fraktur kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada
kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka
digradasi menjadi:
a. Grade I dengan luka bersih kurang dari l cm panjangnya.
b. Grade II luka lebih besar, luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
c. Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling kuat.

Menurut Smeltzer (2001:257) fraktur juga digolongkan sesuai pergeseran


anatomis fragmen tulang, fraktur bergeser/tidak bergeser. Jenis ukuran
fraktur adalah:
a) Greenstick : fraktur di mana salah satu sisi tulang patah sedang
sisi lainnya membengkok.
b) Transversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang.
c) Oblique : fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah
tulang (lebih tidak stabil dibanding batang tulang).
d) Spiral : fraktur memuntir seputar batang tulang.
e) Communitive : fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
fragmen.
f) Depresi : fraktur dengan tulang patahan terdorong ke dalam
(sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
g) Kompresi : fraktur di mana tulang mengalami kompresi (terjadi
pada tulang belakang).
h) Patologik : fraktur yang terjadi pada bawah tulang berpenyakit
(kista tulang, penyakit paget, metastasis tumor tulang).

24
i) Avulasi : tertariknya fragmen tulang dan ligamen atau tendon
pada perlekatannya.
j) Impaksi : fraktur di mana fragmen tulang lainnya rusak.
k) Fraktur traumatik dapat terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
l) Fraktur stress terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada
suatu tempat yang tertentu.
m) Fraktur patologis pula terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya
akibat kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis dapat
terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.

3. Anatomi Fraktur Tibia


Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan
berfungsi menyanggah berat badan. Tibia bersendi di atas dengan
condylus femoris dan caputfibulae, di bawah dengan talus dan ujung distal
fibula. Tibia mempunyai ujung atas yang melebar dan ujung bawah yang
lebih kecil, serta sebuah corpus. Pada ujung atas terdapat condyli lateralis
dan medialis (kadang-kadang disebutplateau tibia lateral dan medial), yang
bersendi dengan condyli lateralis dan medialis femoris, dan dipisahkan
oleh menisci lateralis dan medialis. Permukaan atas facies articulares
condylorum tibiae terbagi atas area intercondylus anterior dan posterior; di
antara kedua area ini terdapat eminentia intercondylus.
Pada aspek lateral condylus lateralis terdapat facies articularis
fibularis circularis yang kecil, dan bersendi dengan caput fibulae. Pada
aspek posterior condylus medialis terdapat insertio m.semimembranosus.
Corpus tibiae berbentuk segitiga pada potongan melintangnya, dan
mempunyai tiga margines dan tiga facies. Margines anterior dan medial,
serta facies medialis diantaranya terletak subkutan. Margo anterior
menonjol dan membentuk tulang kering. Pada pertemuan antara margo
anterior dan ujung atas tibia terdapat tuberositas, yang merupakan tempat
lekat ligamentum patellae. Margo anterior di bawah membulat, dan
melanjutkan diri sebagai malleolus medialis. Margo lateral atau margo
interosseus memberikan tempat perlekatan untuk membrane interossea.

25
Facies posterior dan corpus tibiae menunjukkan linea oblique, yang
disebut linea musculi solei, untuk tempatnya m.soleus.
Ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya
terdapat permukaan sendi berbentuk pelana untuk os.talus. ujung bawah
memanjang ke bawah dan medial untuk membentuk malleolus medialis.
Facies lateralis dari malleolus medialis bersendi dengan talus. Pada facies
lateral ujung bawahtibia terdapat lekukan yang lebar dan kasar untuk
bersendi dengan fibula. Musculi dan ligamenta penting yang melekat pada
tibia.

Gambar 2. Anatomi cruris.

26
27
Fisiologi tulang
Tulang adalah suatu jaringan dan organ yang terstruktur dengan baik,
tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut dengan
korteks dan bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan

28
dilapisi oleh periosteum pada bagian luamya sedangkan yang membatasi
tulang dari cavitas medullaris adalah endosteum.
Tibia sendiri termasuk tulang panjang , dimana daerah batas disebut
diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis.
Tulang tibia turut membentuk rangka badan, sebagai pengumpil dan tempat
melekat otot, berfungsi juga sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan
mempertahankan alat-alat dalam, dan menjadi tempat deposit kalsium, fosfor,
magnesium dan garam.

.
Gambar 3. Struktur tulang dan aktivitas osteoblast serta osteoclast pada tulang.

29
Osteoblast merupakan satu jenis sel hasil diferensiasi sel masenkim
yang sangat penting dalam proses osteogenesis atau osifikasi. Sebagai sel,
osteoblast dapat memproduksi substansi organik intraseluler atau matriks,
dimana kalsifikasi terjadi kemudian hari. Jaringan yang tidak mengandung
kalsium disebut osteoid dan apabila kalsifikasi terjadi pada matriks maka
jaringan disebut tulang. Sesaat setelah osteoblast dikelilingi oleh substansi
organik intraseluller, disebut osteosit dimana keadaan ini terjadi dalam
lakuna.
Sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh permukaan tulang
dengan sifat dan fungsi reabsorbsi serta mengeluarkan tulang yang disebut
osteoclast. Kalsium hanya dapat dikeluarkan dari tulang melalui proses
aktivitas osteoclasis yang menghilangkan matriks organik dan kalsium
bersamaan dan disebut deosifikasi.

4. Etiologi Fraktur Tibia


Etiologi fraktur tibia berupa trauma akibat kecelakaan dengan
berkecepatan sangat tinggi. Di daerah di mana orang-orang mengendarai mobil
dengan kecepatan tinggi dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan dengan potensi
tinggi untuk trauma kaki (misalnya :ski, sepak bola), jumlah fraktur tibia pada
keadaan gawat darurat tergolong tinggi. Sementara trauma langsung pada tibia
merupakan penyebab paling umum, tidak ada etiologi lain yang dijumpai untuk
fraktur tibia shaft. Dua yang paling umum adalah jatuh atau melompat dari
ketinggian yang signifikan dan luka tembak pada kaki bagian bawah.

Menurut Appley (1995:212) faktor-faktor yang dapat menyebabkan fraktur


adalah:
1. Fraktur akibat trauma
Terjadi akibat benturan dan cidera yang disebabkan oleh kekuatan yang
tiba-tiba dan berlebihan.
2. Trauma langsung

30
Tulang dapat patah pada area yang terkena jaringan lunak. Pemukulan
menyebabkan fraktur melintang. Penghancuran menyebabkan fraktur
komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
3. Trauma tidak langsung
Tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang
tertekan kekuatan itu. Kekuatan dapat berupa:
a. Pemuntiran, menyebabkan fraktur spinal
b. Penekukan, menyebabkan fraktur melintang
c. Penekukan dan penekanan menyebabkan fraktur yang sebagian
melintang tetapi disertai fragmen kupu-kupu berbentuk segitiga
terpisah.
4. Fraktur kelelahan
Terjadi akibat tekanan berulang-ulang sering ditemukan pada tibia, fibula,
metatarsal, terutama pada atlet dan penari.
5. Fraktur patologik
Fraktur yang dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu lemah
(misal: oleh tumor atau tulang itu sangat rapuh atau osteoporosis).

5. Patofisiologi Fraktur Tibia


Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak,
periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat.
Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk
jaringan granulasi didalamnya dengan dengan sel-sel pembentuk tulang primitif
(osteogenik) berdiferensiasi menjadi chondroblast dan osteoblast. Chondroblast
akan mensekresi fosfat, yang merangsang deposisi kalsium.Terbentuk lapisan
tebal (callus) di sekitar lokasi fraktur.Lapisan ini terus menebal dan meluas,
bertemu dengan lapisan callus dari fragmen satunya, dan menyatu. Penyatuan
dari kedua fragmen (penyembuhan fraktur) terus berlanjut dengan terbentuknya
trabekula dan osteoblast yang melekat pada tulang dan meluas menyeberangi
lokasi fraktur. Penyatuan tulang provisional ini akan menjalani transformasi
metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Callus tulang
akan mengalami remodeling untuk mengambil bentuk tulang yang utuh seperti

31
bentuk osteoblast tulang baru dan osteoclast akan menyingkirkan bagian yang
rusak dan tulang sementara.

6. Manifestasi Klinis Fraktur Tibia


Menurut Smeltzer (2002:2358), manifestasi klinis fraktur adalah:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi.
b. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Deformitas (terlihat maupun teraba).
d. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
e. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainnya.
f. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

7. Diagnosis Fraktur Tibia


Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondiler), diafisis atau
persendian pergelangan kaki.
A. Fraktur Kondiler Tibia
1. Mekanisme trauma
Fraktur kondiler tibia lebih sering mengenai kondiler lateralis daripada
medialis serta fraktur kedua kondiler. Banyak fraktur kondiler tibia
terjadi akibat kecelakaan antara mobil dan pejalan kaki di mana bemper
mobil menabrak kaki bagial lateral dengan gaya kearah medial (valgus).
Ini menghasilkan fraktur depresi atau fraktur split dari kondiler lateralis
tibia apabila kondiler femur didorong kearah tersebut. Kondiler medial
memiliki kekuatan yang lebih besar,jadi fraktur pada daerah ini biasanya
terjadi akibat gaya dengan tenaga yang lebih besar(varus). Jatuh dari
ketinggian akan menimbulkan kompresi aksial sehingga bisa
menyebabkan fraktur pada proksimal tibia. Pada golongan lanjut usia,

32
pasien dengan osteoporosis lebih mudah terkena fraktur kondiler tibia
berbanding robekan ligamen atau meniscus setelah cedera keseleo di
lutut. Eminentia intrakondiler dapat fraktur bersama robekan ligamen
krusiatum sebagai akibat hiperekstensi atau gaya memutar.

2. Klasifikasi
Klasifikasi yang sering dan meluas dipakai sekarang adalah klasifikasi
Schatzker.
I : Fraktur split kondiler lateral
II : Fraktur split/depresi lateral
III: Depresi kondiler lateral
IV: Fraktur split kondiler medial
V : Fraktur bikondiler
VI: Fraktur kominutif
Tipe IV-VI biasanya terjadi akibat trauma dengan tekanan yang kuat.
Fraktur tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4 mm, sedangkan
yang bergeser apabila depresi melebihi 4 mm.

33
Gambar 4. Klasifikasi Schatzker.

Gambar 5. Fraktur kondiler tibia.

Gambar 6. Gambaran radiologis CT potongan coronal menunjukkan fraktur


kondiler tibia dengan depresi terpencil dari kondiler lateral tibia (Schatzker tipe
3)i

34
3. Gambaran klinis
Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan
nyeri serta hemartrosis.Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut.
Biasanya pasien tidak dapat menahan beban. Sewaktu pemeriksaan, mereka
merasakan nyeri pada proksimal tibia dan gerakan flesi dan ekstensi yang
terbatas.Dokter perlu menentukan adanya penyebab cedera itu akibat tenaga
yang kuat atau lemah karena cedera neovaskular, ligamen sindroma
kompartmen lebih sering terjadi pada cedera akibat tenaga kuat. Pulsasi distal
dan fungsi saraf peroneal perlu diperiksa. Kulit perlu diperiksa secara seksama
untuk mencari tanda-tanda abrasi atau laserasi yang dapat menjadi tanda
fraktur terbuka.
Penilaian stabilitas lutut adalah penting dalam mengevaluasi kondiler tibia.
Aspirasi dari hemartrosis pada lutut dan anestasi lokal mungkin diperlukan
untuk pemeriksaan yang akurat. Jika dibandingkan dengan bagian yang tidak
cedera, pelebaran sudut sendi pada lutut yang stabil mestilah tidak lebih dari
10o dengan stress varus atau valgus pada mana-mana titik dalam aksis gerakan
dari ekstensi penuh hingga fleksi 90o. Integritas ligamen crusiatum anterior
perlu dinilai melalui tes Lachman.
Fraktur kondiler sering disertai cedera jaringan lunak disekeliling lutut.
Robekan ligamen kollateral medial dan meniscus medial sering menyertai
fraktur kondiler lateral. Fraktur kondiler medial disertai robekan ligamen
kollateral lateral dan meniscus medial.Ligamen crusiatum anterior dapat
cedera pada fraktur salah satu kondiler. Fraktur kondiler tibia, terutama yang
ekstensi frakturnya sampai ke diafisis, dapat meyebabkan kepada sindroma
kompartmen akut akibat perdarahan dan edema.

4. Pemeriksaan radiologic
Dengan foto rontgen posisi AP dan lateral dapat diketahui jenis fraktur,
tapi kadang-kadang diperlukan pula foto oblik. Apabila pada foto polos tidak
dapat dilihat dengan jelas, CT atau tomografi dengan proyeksi AP dan lateral
sering diperlukan. Untuk melihat tanda Fat(marrow)-fluid(blood) interface
sign (hemarthrosis) dilakukan cross table lateral view.

35
Gambaran fraktur:
Tipe fraktur: split, depresi
Lokasi: medial, lateral
Jumlah fragmen
Pergeseran fragmen
Derajat depresi

Gambar 7. (A) Fraktur kondiler tibia dengan split dan terpisah di lateral. (B)
Fraktur kondiler tibia direduksi dengan menggunakan buttress plate dan screw
untuk mengembalikan kongruensi sendi.

5. Pengobatan
Konservatif
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana depresi kurang dari 4 mm dapat
dilakukan beberapa pilihan pengobatan, antara lain verban elastik, traksi,
atau gips sirkuler. Prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya

36
depresi, tidak menahan beban dan segera mobilisasi pada sendi lutut agar
tidak segera terjadi kekakuan sendi.

Operatif
Depresi yang lebih dari 4 mm dilakukan operasi dengan mengangkat
bagian depresi dan ditopang dengan bone graft.Pada fraktur split dapat
dilakukan pemasangan screw atau kombinasi screw dan plate untuk
menahan bagian fragmen terhadap tibia.

6. Komplikasi
a. Genu valgum; terjadi oleh karena depresi yang tidak direduksi dengan
baik
b. Kekakuan lutut; terjadi karena tidak dilakukan latihan yang lebih awal
c. Osteoartritis; terjadi karena adanya kerusakan pada permukaan sendi
sehingga bersifat irrreguler yang menyebabkan inkonkruensi sendi
lutut.
d. Malunion
e. Cedera ligamen dan meniskus (misal: ligamen medial kollateral)
f. Cedera saraf peroneal.

37
Fraktur Diafisis Tibia
1. Mekanisme trauma
Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan
menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma
rotasi akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada
batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal. Tungkai bawah bagian
depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering
bersifat terbuka. Penyebab utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu
lintas.

Gambar 8. Fraktur diafisis tibia.


2. Klasifikasi fraktur
Klasifikasi dari fraktur diafisis tibia bermanfaat untuk kepentingan para
dokter yang menggunakannya untuk memperkirakan kemungkinan
penyembuhan dari fraktur dalam menjalankan penatalaksanaannya.
Orthopaedic Trauma Association (OTA) membagi fraktur diafisis tibia
berdasarkan pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan
kompleks. Masingmasing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu:
a. Tipe simple, terbagi 3: spiral, oblik, tranversal.
b. Tipe wedge, terbagi 3: spiral, bending, dan fragmen.
c. Tipe kompleks, terbagi 3: spiral, segmen, dan iregular.

38
Gambar 9. Klasifikasi fraktur diafisis tibia mengikut Orthopaedic Trauma
Association (OTA).

Sistem klasifikasi yang sering digunakan pada fraktur terbuka adalah


sistem Gustilo sebagai berikut:
Tipe I: lukanya bersih dan panjangnya kurang dari 1 cm.
Tipe II: panjang luka lebih dari 1 cm dan tanpa kerusakan jaringan lunak yang
luas.
Tipe IIIa: luka dengan kerusakan jaringan yang luas, biasanya lebih dari 10 cm
dan mengenai periosteum. Fraktur tipe ini dapat disertai kemungkinan
komplikasi, contohnya: luka tembak.
Tipe IIIb: luka dengan tulang yang periosteumnya terangkat.
Tipe IIIc: fraktur dengan gangguan vaskular dan memerlukan penanganan
terhadap vaskularnya agar vaskularisasi tungkai dapat normal kembali.

39
Gambar 10. (A)Fraktur OTA tipe B.Ini adalah fraktur terbuka Gustilo tipe IIIb.
(B) Fraktur ini dipasang dengan locked intramedullary nail. Foto lateral
menunjukkan OTA tipe II dengan hilangnya tulang. Fraktur tidak menyatu, dan
pertukaran nailing dilakukan 5 bulan setelah kecederaan.(C) 4 bulan setelah
pertukanran nailing, fraktur menyatu dan area yang hilang tulang telah terisi tanpa
bone grafting.

40
3. Gambaran klinis
Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering
ditemukan deformitas misalnya penonjolan tulang keluar kulit. Sindroma
kompartemen bisa muncul di awal cedera maupun kemudian. Sehingga perlu
pemeriksaan serial dan perhatian pada ekstremitas yang mengalami
cidera.Sindroma kompartemen terdiri dari: pain, pallor, paralysis,
paresthesia, pulselessness.

4. Pemeriksaan radiologis
Foto rontgen harus mencakup bagian distal dari femur dan ankle.
Dengan pemeriksaan radiologis, dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis
fraktur, sama ada transversal, spiral oblik atau rotasi/angulasi. Dapat
ditentukan apakah fraktur pada tibia dan fibula atau tibia saja atau fibula saja.
Juga dapat ditentukan apakah fraktur bersifat segmental. Foto yang
digunakan adalah foto polos AP dan lateral. CT tidak diperlukan.

Gambar 11. Fraktur diafisis tibia dan fibula dengan pergeseran lateral 100%.

41
Gambar 12. (A) Fraktur stress pada seorang atlit muda.(B) Perhatikan
sklerosis and pelebaran cortical berikut penyembuhan tulang.

5. Pengobatan
a. Konservatif
Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur
dengan manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips
sirkuler untuk immobilisasi, dipasang sampai diatas lutut.
Prinsip reposisi adalah fraktur tertutup, ada kontak 70% atau lebih,
tidak ada angulasi dan tidak ada rotasi. Apabila ada angulasi, dapat
dilakukan koreksi setelah 3 minggu (union secara fibrosa). Pada fraktur
oblik atau spiral, imobilisasi dengan gips biasanya sulit dipertahankan,
sehingga mungkin diperlukan tindakan operasi.
Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan
tumpuan pada tendo patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan
setelah pembengkakan mereda atau terjadi union secara fibrosa.

b. Operatif
Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka, kegagalan dalam
terapi konservatif, fraktur tidak stabil dan adanya nonunion.Metode
pengobatan operatif adalah sama ada pemasangan plate dan screw, atau
nail intrameduler, atau pemasangan screw semata-mata atau pemasangan
fiksasi eksterna. Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia:
Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat
kerusakan jaringan yang hebat atau hilangnya fragmen tulang

42
Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)

Gambar 13. (A) Fraktur OTA tipe A. Ini adalah fraktur bifokal, di mana
terdapat fraktur bimaleolus pergelangan kaki selain fraktur diafisis; 5% dari
fraktur tibia adalah bifokal, dan kombinasi dari pergelangan kaki dan fraktur
diafisis yang paling biasa terjadi. (B) Fraktur diafisis ditangani dengan
pemasangan locked intramedullary nail, dan fraktur pergelangan kaki ditangani
dengan teknik AO konvensional.

6. Komplikasi
Di antara komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur diafisis tibia adalah
infeksi, delayed union atau nonunion, malunion, kerusakan pembuluh darah
(sindroma kompartmen anterior), trauma saraf terutama pada vervus peroneal
komunis dan gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan
pergerakan sendi ini biasanya disebabkan adanya adhesi pada otot-otot
tungkai bawah.

Fraktur Distal Tibia


Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan
dimana talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang
diikat dengan ligamen.Dahulu,fraktur disekitar pergelangan kaki disebut fraktur
Pott.
1. Mekanisme trauma
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam
beberapa macam trauma.
a. Trauma abduksi

43
Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang
bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis bersifat avulsi atau robekan
pada ligamen bagian medial.
b. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang
bersifat oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma
adduksi juga bisa hanya menyebabkan strain atau robekan pada ligamen
lateral, tergantung dari beratnya trauma.
c. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan
terjadi fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan
robekan ligamen medial atau fraktur avulsi pada maleolus medialis.
Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan dislokasi talus.
d. Trauma kompresi vertical
Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan
disertai dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur kominutif
disertai dengan robekan diastesis.

2. Klasifikasi
Lauge-Hansen(1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis terjadinya
pergeseran dari fraktur, yang merupakan pedoman penting untuk tindakan
pengobatan atau manipulasi yang dilakukan. Klasifikasi lain yang lebih
sederhana, menurut Danis & Weber (1991), dimana fibula merupakan tulang
yang penting dalam stabilitas dari kedudukan sendi berdasarkan atas lokalisasi
fraktur terhadap sindesmosis tibiofibular.

44
Klasifikasi terdiri atas (gambar 14.121):
Tipe A; fraktur maleolus di bawah sindesmosis
Tipe B; fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai avulsi
maleolus medialis dimana sering disertai dengan robekan dari ligamen
tibiofibular bagian depan
Tipe C; fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari tibia
disertai fraktur atau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe C terjadi
robekan pada sindesmosis. Jenis tipe C ini juga dikenal sebagai fraktur
Duyuptren.
Klasifikasi ini penting artinya dalam tindakan pengobatan oleh karena selain
fraktur juga perlu dilakukan tindakan pada ligamen.

3. Gambaran klinis
Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruaan atau
deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah
pada daerah tulang atau pada ligamen.

45
4. Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan jenis-jenis fraktur dan
mekanisme terjadinya trauma(gambar 14.122).Foto rontgen perlu dibuat
sekurang-kurangnya tiga proyeksi, yaitu antero-posterior, lateral dan setengah
oblik dari gambaran posisi pergelangan kaki. Sering fraktur terjadi pada fibula
proksimal, sehingga secara klinis harus diperhatikan.

5. Pengobatan
Fraktur dislokasi pada sendi pergelangan kaki merupakan fraktur intra-artikuler
sehingga diperlukan reduksi secara anatomis dan akurat serta mobilisasi sendi
yang sesegera mungkin.
Tindakan pengobatan terdiri atas:
1. Konservatif
Dilakukan pada fraktur yang tidak bergeser, berupa pemasangan gips
sirkuler di bawah lutut.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan berdasarkan kelainan-kelainan yang ditemukan
apakah hanya fraktur semata-mata, apakah ada robekan pada ligamen atau
diastasis pada tibiofibula serta adanya dislokasi talus( gambar 14.123).
Beberapa hal yang penting diperhatikan pada reduksi, yaitu:
Panjang fibula harus direstorasi sesuai panjang anatomis

46
Talus harus duduk sesuai sendi dimana talus dan permukaan tibia duduk
parallel
Ruang sendi bagian medial harus terkoreksi sampai normal(4 mm)
Pada foto oblik tidak nampak adanya diastasis tibiofibula
Tindakan operasi terdiri atas:
Pemasangan screw( maleolar)
Pemasangan tension band wiring
Pemasangan plate dan screw

6. Komplikasi
1. Vaskuler
Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi gangguan
pembuluh darah yang segera, sehingga harus dilakukan reposisi
secepatnya.
2. Malunion
Reduksi yang tidak komplit akan menyebabkan posisi persendian yang
tidak akurat yang akan menimbulkan osteoartritis.
3. Osteoartritis
4. Algodistrofi

47
Algodistrofi adalah komplikasi dimana penderita mengeluh nyeri, terdapat
pembengkakan dan nyeri tekan di sekitar pergelangan kaki. Dapat terjadi
perubahan trofik dan osteoporosis yang hebat.
5. Kekakuan yang hebat pada sendi.

8 Prognosis Fraktur Tibia


Prognosis dari fraktur tibia untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi
fungsi dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke perfoma
semula,namun hal ini sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam
terapi yang dipilih, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.
Fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi adalah fraktur pada tibia.
Pada fraktur tibia, dapat terjadi fraktur pada bagian kondiler, diafisis dan
pergelangan kaki. Fraktur pada tibia termasuk luka kompleks, sehingga
tentunya penanganannya juga tidak sederhana.Sebagai dokter umum,
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap diperlukan jika terjadi fraktur.
Selain itu, pemeriksaan radiologis juga penting. Penatalaksanaan dari fraktur
tergantung dari kondisi frakturnya, bisa dengan operatif maupun non operatif.

48
9. Askep Fraktur Tibia
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematika untuk
mengumpulkan data atau informasi dan menganalisanya sehingga dapat
diketahui kebutuhan pasien.
a. Identitas Pasien
Identitas bertujuan untuk mengenal pasien yang perlu ditanyakan adalah
nama, umur (batas usia akan mempengaruhi dalam proses tindakan
pembedahan), pendidikan (pendidikan masyarakat yang rendah
cenderung memilih pemeliharaan kesehatan secara tradisional, dan
belum siap menerima pelaksanaan kesehatan secara modern), pekerjaan
dan alamat.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan suatu faktor yang penting bagi petugas kesehatan
dalam menegakkan diagnosis atau menentukan kebutuhan pasien. Nyeri
pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan
banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun,(Brunner &
suddarth, 2002)
c. Riwayat Penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi
proses perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Fraktur bukan merupakan suatu penyakit keturunan akan tetapi adanya
riwayat keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat
mempengaruhi perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong,
1998)
e. Pola Kebiasan
Pola Nutrisi
Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, namun
ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah,
seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi terutama bagi pasien

49
yang merupakn pengalaman pertama masuk rumah sakit, (Doenges,
2000).
Pola Eliminasi
Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB seperti
konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program
eliminasi dilakukan ditempat tidur, (Doenges, 2000)
Pola Istirahat
Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami
perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat
menyebabkan pola istirahat terganggu atau berubah seperti
timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitali, (Doenges,
2000)
Pola Aktivitas
Umumnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas (rutinitas)
sebagaimana biasanya, yang hampir seluruh aktivitas dilakukan
ditempat tidur. Hal ini dilakukan karena ada perubahan fungsi
anggota gerak serta program immobilisasi, untuk melakukan
aktivitasnya pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk
aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya
sendiri, (Doenges, 2000)
Personal Hygiene
Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun harus
ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien
ditempat tidur. (Doenges, 2000)
Riwayat Psikologis
Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap fraktur, selain
itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image, jika terjadi
atropi otot kulit pucat, kering dan besisik. Dampak psikologis ini
dapat muncul pada pasien yang masih dalam perawatan dirumah
sakit. Hal ini dapat terjadi karena adanya program immobilisasi serta
proses penyembuhan yang cukup lama, (Doenges, 2000)

50
Riwayat Spiritual
Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya tidak
mengalami gangguan yang berarti, pasien masih tetap bisa
bertoleransi terhadap agama yang dianut, masih bisa mengartikan
makna dan tujuan serta harapan pasien terhadap penyakitnya,
(Doenges, 2000)
Riwayat Sosial
Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang lain dan
sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena
merasa dirinya tidak berguna (terutama kalau ada program
amputasi), (Doenges, 2000)

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan
dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai
secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki.
a. Inspeksi
Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit
pucat, Laserasi, kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya
faktur adanya spasme otot dan keadaan kulit.
b. Palpasi
Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakan otot
oleh sentuhan kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas
mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area
fraktur dan di daerah luka insisi.
c. Perkusi
Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
d. Auskultasi
Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara
melalui struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur
solit bergerak. Pada pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang
sakit jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2002).

51
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan leukosit urine
Bisa cenderung dapat terjadi formasi batu kemih yang menetap
akibat Program Immobilisasi.
- Darah
Hitung darah lengkap: memotokrit mungkin meningkat, atau
menurun karena pendarahan bermakna pada sisi fraktur.

b. Rontgent
Untuk mengetahui secara pasti lokasi fraktur, luas fraktur, dan
menunjukkan jenis kerusakan sehingga dapat ditegakkan
diagnosa pasti,(Doenges, 2000)

Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan

a. Data Subjektif
- Keluhan rasa nyeri yang hebat pada daerah Fraktur
- Kebas/ kesemutan
- Tangan sakit bila digerakkan
- Takut cacat
- Takut melakukan pergerakan
- Cemas yang berlebihan
b. Data Objektif
- Keadaan umum lemah
- Nyeri tekan pada daerah fraktur
- Ekpresi wajah meringis
- Menolak untuk melakukan pergerakan
- Penurunan kekuatan otot
- Pembengkakan jaringan pada sisi cedera

52
- Perdarahan pada daerah fraktur
- Adanya luka
- Cemas/ gelisah

BB

53
Daftar Pustaka
Appley, Ag Dan Scloman, L, 1999, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem
Applay Edisi 7, Widya Medika, Jakarta.
Brunner and Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 Edisi 8,
EGC, Jakarta.
Carpunito, L. J, 2000, Diagnosa Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan,
Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif (terjemahan), Edisi 2,
EGC, Jakarta.
Carpenito, L. J, 2000, Hand Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Depkes, RI, 1996, Asuhan Keperawatan pada Sistem Muskuloskeletal, Depkes RI,
Jakarta.
Doenges, E, Marilyn, 1996, Rencana Asuhan Keperawatan dan Pedoman untuk
Mendokumentasikan Perawatan Pasien (terjemahan), Edisi 3, EGC,
Jakarta.
Handei, Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
(terjemahan), volume 3, EGC, Jakarta.
Handerson, M. A, 1997, Ilmu Bedah Untuk Perawat, Yayasan Enssential Medika,
Yogyakarta.
Mansjoer, Areif, 2005, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, FKUI, Jakarta.
Nanda, 2007, Panduan Diagnosa Keperawatan, Prima Medika, Jakarta.

Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Lintang


Imumpasue.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi III.
Jakarta : EGC

54

Anda mungkin juga menyukai