Anda di halaman 1dari 7

Asal Usul Gunung Tangkuban Perahu

Di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat rekreasi yang
sangat indah yaitu Gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban Perahu artinya adalah perahu
yang terbalik. Diberi nama seperti karena bentuknya memang menyerupai perahu yang
terbalik. Konon menurut cerita rakyat parahyangan gunung itu memang merupakan
perahu yang terbalik. Berikut ini ceritanya.

Beribu-ribu tahun yang lalu, tanah Parahyangan dipimpin oleh seorang raja dan seorang
ratu yang hanya mempunyai seorang putri. Putri itu bernama Dayang Sumbi. Dia sangat
cantik dan cerdas, sayangnya dia sangat manja. Pada suatu hari saat sedang menenun di
beranda istana, Dayang Sumbi merasa lemas dan pusing. Dia menjatuhkan pintalan
benangnya ke lantai berkali-kali. Saat pintalannya jatuh untuk kesekian kalinya Dayang
Sumbi menjadi marah lalu bersumpah, dia akan menikahi siapapun yang mau
mengambilkan pintalannya itu. Tepat setelah kata-kata sumpah itu diucapkan, datang
seekor anjing sakti yang bernama Tumang dan menyerahkan pintalan itu ke tangan
Dayang Sumbi. Maka mau tak mau, sesuai dengan sumpahnya, Dayang Sumbi harus
menikahi Anjing tersebut.

Dayang Sumbi dan Tumang hidup berbahagia hingga mereka dikaruniai seorang anak
yang berupa anak manusia tapi memiliki kekuatan sakti seperti ayahnya. Anak ini diberi
nama Sangkuriang. Dalam masa pertumbuhannya, Sangkuring selalu ditemani bermain
oleh seekor anjing yang bernama Tumang yang dia ketahui hanya sebagai anjing yang
setia, bukan sebagai ayahnya. Sangkuriang tumbuh menjadi seorang pemuda yang
tampan dan gagah perkasa.
Pada suatu hari Dayang Sumbi menyuruh anaknya pergi bersama anjingnya untuk
berburu rusa untuk keperluan suatu pesta. Setelah beberapa lama mencari tanpa hasil,
Sangkuriang merasa putus asa, tapi dia tidak ingin mengecewakan ibunya. Maka dengan
sangat terpaksa dia mengambil sebatang panah dan mengarahkannya pada Tumang.
Setibanya di rumah dia menyerahkan daging Tumang pada ibunya. dayanng Sumbi yang
mengira daging itu adalah daging rusa, merasa gembira atas keberhasilan anaknya.
Segera setelah pesta usai Dayang Sumbi teringat pada Tumang dan bertanya pada pada
anaknya dimana Tumang berada. Pada mulanya Sangkuriang merasa takut, tapa akhirnya
dia mengatakan apa yang telah terjadi pada ibunya. Dayang Sumbi menjadi sangat murka,
dalam kemarahannya dia memukul Sangkuriang hingga pingsan tepat di keningnya. Atas
perbuatannya itu Dayang Sumbi diusir keluar dari kerajaan oleh ayahnya. Untungnya
Sangkuriang sadar kembali tapi pukulan ibunya meninggalkan bekas luka yang sangat
lebar di keningnya.Setelah dewasa, Sangkuriang pun pergi mengembara untuk
mengetahui keadaan dunia luar.

Beberapa tahun kemudian, Sangkuriang bertemu dengan seorang wanita yang sangat
cantik. Segera saja dia jatuh cinta pada wanita tersebut. Wanita itu adalah ibunya sendiri,
tapi mereka tidak saling mengenali satu sama lainnya. Sangkuriang melamarnya, Dayang
Sumbi pun menerima dengan senang hati. Sehari sebelum hari pernikahan, saat sedang
mengelus rambut tunangannya, Dayang Sumbi melihat bekas luka yang lebar di dahi
Sangkuriang, akhirnya dia menyadari bahwa dia hampir menikahi putranya sendiri.
Mengetahui hal tersebut Dayang Sumbi berusaha menggagalkan pernikahannya. Setelah
berpikir keras dia akhirnya memutuskan untuk mengajukan syarat perkawinan yang tak
mungkin dikabulkan oleh Sangkuriang. Syaratnya adalah: Sangkuriang harus membuat
sebuah bendungan yang bisa menutupi seluruh bukit lalu membuat sebuah perahu untuk
menyusuri bendungan tersebut. Semua itu harus sudah selesai sebelum fajar menyingsing.

Sangkuriang mulai bekerja. Cintanya yang begitu besar pada Sangkuriang memberinya
suatu kekuatan aneh. Tak lupa dia juga menggunakan kekuatan yang dia dapat dari
ayahnya untuk memanggil jin-jin dan membantunya. Dengan lumpur dan tanah mereka
membendung air dari sungai dan mata air. Beberapa saat sebelum fajar, Sangkuriang
menebang sebatang pohon besar untuk membuat sebuah perahu. Ketika Dayang Sumbi
melihat bahwa Sangkuriang hampir menyelesaikan pekerjaannya, dia berdoa pada dewa-
dewa untuk merintangi pekerjaan anaknya dan mempercepat datangnya pagi.

Ayam jantan berkokok, matahari terbit lebih cepat dari biasanya dan Sangkuriang
menyadari bahwa dia telah ditipu. Dengan sangat marah dia mengutuk Dayang Sumbi
dan menendang perahu buatannya yang hampir jadi ke tengah hutan. Perahu itu berada
disana dalam keadaan terbalik, dan membentuk Gunung Tangkuban Perahu(perahu yang
menelungkub). Tidak jauh dari tempat itu terdapat tunggul pohon sisa dari tebangan
Sangkuriang, sekarang kita mengenalnya sebagai Bukit Tunggul. Bendungan yang dibuat
Sangkuriang menyebabkan seluruh bukit dipenuhi air dan membentuk sebuah danau
dimana Sangkuriang dan Dayang Sumbi menenggelamkan diri dan tidak terdengar lagi
kabarnya hingga kini.

Cerita Rakyat Tangkuban Perahu : Dongeng Sangkuriang

dongeng cerita rakyat21 Juni 2015 No comment 5760 views

Cerita Rakyat Tangkuban Perahu yang kakak ceritakan sore ini merupakan cerita ketiga yang
mengisahkan Sangkuriang dan Dayang Sumbi. Jika kalian ingin tahu versi yang lain dari
cerita rakyat gunung tangkuban perahu kalian bisa membaca artikel sebelumya yaitu Legenda
Sangkuriang : Asal Gunung Tangkuban Perahu dan Kumpulan Dongeng dan Cerita Rakyat
Pulau Jawa. Kakak yakin sebagian besar dari kalian sudah tahu dongeng tangkuban perahu,
jika yang belum tahu, ini dia kisah lengkapnya.

Cerita Rakyat Tangkuban Perahu : Sangkuriang dan Dayang Sumbi

Asal Muasal Gunung Tangkuban Perahu Cerita Rakyat Sangkuriang

Cerita Rakyat Tangkuban Perahu


Dayang Sumbi adalah seorang putri raja yang berparas cantik dan berhati mulia. Ia pergi
mengasingkan diri ke hutan karena bosan dengan kehidupannya di dalam istana. Disamping
itu hal ini untuk menghindari pertikaian antara kerjaaan tetangga yang berebut untuk
mempersuntingnya.

Karena kecantikan paras dan baik budi pekertinya, banyak sekali pangeran dan putra
bangsawan yang meminang putri Raja ini. Akibatnya terjadi peprangan antar kerajaan karena
semua pangeran dan para bangsawan tidak ada yang mau mengalah. Melihat kejadian ini
Dayang Sumbi menjadi sedih dan akhirnya mohon pamit kepada ayahandanya untuk
mengasingkan diri. Dengan berat hati Sri Baginda Raja merestui permohonan anaknya
tersebut.

Di hutan, ia ditemani oleh anjing jantannya bernama Tumang. Untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, Dayang Sumbi menenun kain yang kemudian dijual di pasar.

Suatu hari, alat tenunnya terjatuh dan menggelinding ke bawah bukit. Dayang Sumbi malas
untuk mengambilnya. Tanpa pikir panjang, ia mengucapkan sumpah, "Siapa yang bisa
mengambilkan alat tenunku? Aku bersumpah, jika perempuan, ia akan kujadikan saudaraku
dan jika laki-laki, akan kujadikan suamiku."

Tumang, yang sebenarnya adalah titisan seorang dewa, mendengar sumpah Dayang Sumbi. Ia
segera berlari menuruni bukit dan mengambil alat tenun Dayang Sumbi.

Walaupun tidak mengira dengan apa yang terjadi, Dayang Sumbi tetap menepati janjinya.
Dayang Sumbi akhirnya menikah dengan Tumang. Mereka dikaruniai seorang anak laki-laki
bernama Sangkuriang. Sangkuriang kecil sangat mahir berburu. Ia menggunakan tombak dan
panah untuk membunuh buruannya. Sangkuriang kecil tak pernah tahu, siapa ayahnya.

Pagi itu, seperti biasa Sangkuriang pergi berburu bersama Tumang. "Lihat Tumang...
sepasang rusa yang gemuk." Sangkuriang segera mengeluarkan anak panahnya. Namun
sayang, kedua rusa itu sadar adanya bahaya dan melarikan diri. Anak panah itu hanya
mengenai paha salah satu rusa. Sangkuriang lalu menguruh Tumang untuk mengejar rusa itu.
"Cepat Tumang, kejarlah mereka! Gigit kakinya supaya mereka tak bisa lari lagi,"
perintahnya pada Tumang.

Dalam hati, Tumang sebenarnya kurang suka jika putranya itu membunuh hewan-hewan
hutan. Tumang akhirnya berpura-pura mengejar kedua rusa tersebut, dan ia kembali tanpa
hasil. "Payah! Seharusnya kau bisa menangkapnya dengan mudah," gerutu Sangkuriang.
Karena kecewa, Sangkuriang mengusir Tumang. "Anjing Tua, pergilah jauh-jauh dariku. Kau
sudah tidak berguna lagi!"

Andai saja ia tahu bahwa Tumang adalah ayahnya, ia tentu tak akan mengusirnya. Dengan
hati sedih, Tumang pun pergi meninggalkan Sangkuriang.
cerita rakyat gunung tangkuban perahu

Sesampainya di rumah, Sangkuriang bercerita pada ibunya, "Aku hampir saja mendapatkan
seekor rusa. Tapi gara-gara Tumang, aku gagal. Anjing kita itu sudah terlalu tua, Bu,"

Dayang Sumbi menengok keluar dan bertanya, "Di mana Tumang sekarang?"

"Sudah kuusir. Untuk apa kita memeliharanya lagi? Ia sudah tua dan tak berguna."

Dagang Sumbi terkesiap. "Apa? Sangkuriang, berani sekali kau mengusir Tumang."

Dayang Sumbi marah sekali. Ia mengambil sendok nasi dan memukulkannya ke kepala
Sangkuriang. Saking kerasnya, kepala Sangkuriang terluka dan berdarah. Sangkuriang
menangis dan kecewa. "Mengapa Ibu memukulku demi seekor anjing?" tanyanya. Lalu ia
mengemasi barang-barangnya dan pergi meninggalkan rumah. Dayang Sumbi menyesali
perbuatannya, tapi Sangkuriang sudah terlanjur pergi meninggalkannya.

Tak terasa hari demi hari berlalu. Sangkuriang sekarang telah dewasa. Selama kepergiannya,
ia menjelajahi seluruh negeri. la pindah dari satu daerah ke daerah yang lain. Suatu saat,
tanpa sadar, Sangkuriang kembali ke hutan tempat ia dulu tinggal bersama Dayang Sumbi.
Hutan itu sudah jauh berubah. Pohonnya tak lagi banyak dan digantikan oleh rumah-rumah
penduduk yang bagus-bagus. Sangkuriang benar-benar tak mengenali bahwa inilah hutan
tempat ia tinggal dulu.
Saat Sangkuriang melewati pasar, ia melihat sesosok wanita cantik semampai. "Cantik sekali
wanita itu," gumamnya. Sangkuriang tak tahu, wanita itu adalah Dayang Sumbi, ibunya
sendiri. Sangkuriang mendekati wanita itu dan mengajaknya berkenalan. Mereka berdua pun
soling jatuh cinta, dan sepakat untuk menikah.

Suatu sore, Dayang Sumbi hendak memotong rambut Sangkuriang. Saat menyisir rambut

Sangkuriang, Dayang Sumbi terkejut. Ia melihat bekas luka di kepala Sangkuriang. "Jangan-
ja- ngan..." bisiknya cemas.

"Sangkuriang, mengapa ada bekas luka di kepalamu?" tanyanya penasaran.

"Saat kecil, Ibuku memukul kepalaku dengan sendok nasi. Ia marah karena aku mengusir
anjing peliharaan kami."

Dayang Sumbi langsung lemas mendengar penjelasan Sangkuriang itu. Terbata-bata, ia


berkata, "Sangkuriang... akulah Ibu yang dulu memukul kepalamu, Nak. Kita tak boleh
menikah, kita adalah ibu dan anak."

"Tak mungkin, pasti ini hanya alasanmu saja untuk membatalkan pernikahan kita." jawab
Sangkuriang keras. Seribu kali Dayang Sumbi meyakinkannya, seribu kali pula Sangkuriang
menolak. Ia tetap ingin menikahi Dayang Sumbi!

Akhirnya Dayang Sumbi mendapat akal. Ia meminta Sangkuriang untuk membendung


Sungai Citarum dan membuat perahu besar untuk menyeberanginya. Keduanya harus selesai
sebelum fajar menyingsing. Jika Sangkuriang gagal, Dayang Sumbi tak mau menikah
dengannya. Sangkuriang menyanggupi permintaan Dayang Sumbi itu. Baginya, kedua
permintaan itu bukanlah hal yang sulit. Sangkuriang mulai bekerja. Dengan bantuan para jin,
ia bekerja keras membendung Sungai Citarum. la tak sadar kalau Dayang Sumbi diam-diam
memperhatikannya.

Dayang Sumbi cemas melihat Sangkuriang bisa bekerja secepat itu. "Aku harus segera
melakukan sesuatu," pikirnya. Aha, ia teringat dengan kain sutra berwarna merah yang
baru ia tenun. Kain itu berukuran cukup besar karena ia menenunnya untuk digunakan
sebagai tirai dan selimut.

Dayang Sumbi berlari menuju perumahan penduduk. Dengan panik, ia menceritakan apa
yang terjadi. Penduduk yang telah mengenal Dayang Sumbi dengan baik, tentu saja tak setuju
jika Sangkuriang menikahinya. Mereka setuju untuk membantu Dayang Sumbi. Dayang
Sumbi mengajak penduduk untuk menggelar kain sutra merah itu di sebelah timur Sungai
Citarum. Sebagian penduduk yang lain membuat suara gaduh seolah-olah kegiatan pagi telah
dilakukan.

Sangkuriang yang sedang bekerja, terkejut mendengar suara gaduh tersebut. Ia menoleh ke
arah timur. Dilihatnya langit sudah merah, ia mengira pagi telah tiba. Ia tak tahu bahwa itu
adalah kain sutra merah yang digelar oleh Dayang Sumbi dan penduduk desa. Sangkuriang
sangat marah dan kecewa. "Aku telah gagal," katanya dalam hati. Sangkuriang berteriak
sekeras-kerasnya, "Aku mencintaimu, Dayang Sumbiiii... aku benar-benar mencintaimu!"
Sangkuriang tak bisa melawan amarah dalam dirinya. Dengan segala kekuatannya, ia
menjebol bendungan yang ia buat. Air pun tumpah ke mana-mana. Ia juga menendang perahu
besar yang terbuat dari kayu. "Gloodakkkk..." perahu itu terlempar jauh ke arah utara dengan
posisi tertelungkup.

Konon kabarnya, perahu yang jatuh tertelungkup itu, sekarang dikenal dengan Gunung
Tangkuban Perahu, yang berarti "perahu yang menelungkup".

Pesan dari Cerita Rakyat Tangkuban Perahu Dongeng Sangkuriang untukmu adalah Memiliki
cita-cita setinggi langit memang baik, tapi perlu dipertimbangkan juga apakah cita-cita dan
keinginanmu itu merugikan orang lain atau tidak. Berhati-hatilah dalam mengucapkan
sumpah, karena sumpah dan janji itu harus ditepati.

Terima kasih bagi Adik-adik yang telah membaca dongeng sangkuriang bahasa indonesia
yang Kakak posting sore ini. Jika kalian suka jangan lupa bagikan cerita rakyat sangkuriang
bahasa indonesia ini ke rekan-rekan kalian yang lain, bisa melalui facebook, twitter dan
google plus

Tags: cerita rakyat sangkuriang Cerita Rakyat Tangkuban Perahu dongeng


sangkuriang dongeng tangkuban perahu

Anda mungkin juga menyukai