FBLN Diduga Tutup Mata, PPM Jalan Ditempat, Aktivis Gebe Halmahera Tengah Angkat Bicara

Kawasan PT. FBLN dan sejumlah Pertambangan di Pulau Gebe, Halmahera Tengah. (Istimewa).

JAKARTA, Beritadetk.id – Himpunan Pelajar Mahasiswa Pulau Gebe (HPMPG) Jabodetabek, kembali angkat bicara terkait  PPM dari PT. Fajar Bakti Lintas Nusantara (PT. FBLN), yang dinilai jalan di tempat hingga tak terealisasi ke warga Lingkar Tambang Pulau Gebe, Halmahera Tengah, Maluku Utara.

Pasalnya, pengurus HPMPG sebelumnya sudah bertemu dengan petinggi perusahaan di Jakarta bahas soal dana CSR yang diperuntukkan untuk masyarakat lingkar tambang melalui Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) PT. FBLN itu.

“Tuntutan soal dana CSR sebenarnya sudah klir dibicarakan saat audens dengan Pimpinan PT. FBLN Mr. Chai, Mr chen dan Ibu Rivi selaku HRD, “ungkap Ketua Umum HPMPG Jabodetabek, Irfan Abd Ajid kepada beritadetik.id, Kamis, (15/9).

Bacaan Lainnya

Namun sepaska itu, kata Irfan, nyatanya pihak FBLN sejauh ini dinilai tidak menggubris semua tuntutan yang telah disedorkan. “PPM dinilai jalan ditempat alias tidak jalan. Juga pihak mereka seakan menutup mata akan hal ini,”akunya.

Dia menyebutkan, bahwa operasi PT. FBLN di Pulau Gebe yang sudah memasuki 6 tahun berjalan ini nampaknya tidak becus dalam menjalankan program pemberdayaan nya sebagai bentuk tanggungjawab moral (CSR) terhadap masyarakat lingkar tambang.

Padahal, sambung Irfan, perusahaan memiliki fungsi sosial kepada masyarakat demi kesejahteraannya. Baik dari sisi ekonomi, pendidikan, kesehatan sesuai program PPM yang juga diperkuat dalam peraturan Kementerian ESDM itu.

Tidak hanya FBLN, di Pulau Gebe juga terdapat puluhan perusahaan tambang yang berbondong-bondong mengeruk habis tanah di daerah setempat untuk kepentingan produksi berkelanjutan.

“Banyak muatan nikel yang sudah mendatangkan jumlah triliunan. Namun sayang, mereka lupa akan tanggung jawabnya, sementara masyarakat setempat terus alami kemudaratan, seperti krisis air bersih. Mereka dengan seenaknya tidak memperdulikan keadaan yang ada, “tutur Irfan dengan tegas.

Ditambahkan, bahwa di Indonesia, merujuk pada UU Perseroan Terbatas dan PP Nomor 47 Tahun 2012, terbukti tidak dijelaskan berapa perusahaan harus menyediakan CSR.

“Melainkan besaran dana CSR diserahkan kepada masing-masing kebijakan perusahaan. Meski begitu, dana CSR bersifat wajib dan harus diperhitungkan dan dianggarkan oleh perusahaan melalui PPM sesuai dengan kepatutan dan kewajaran, “jelasnya.

Akan tetapi di Indonesia sendiri, diketahui besaran dana CSR lazim diaptokkan minimal 2 sampai 3 persen dari total keuntungan perusahaan dalam setahun.

“Hal ini sudah sangat jelas, tapi mereka abaikan. Mereka hanya memikirkan keuntungan perusahaan tanpa memperdulikan tanggung jawab sosialnya terhadap masyarakat. RKAB yang di buat hanya di jadikan pajangan tanpa di jalankan, “pungkas Irfan. (red).

 

Editor: Darmawan

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *