Megat – Megot, Seni Tari Kerakyatan Dari Cilacap

CILACAP – Merdunya alunan gending gamelan menambah syahdunya suasana Kabupaten Cilacap usai diguyur hujan pada Rabu pagi 18 Januari 2023.  

Perlahan suara indah itu menghantarkan langkah kaki ini pada sebuah gang kecil bernama Pandepokan yang terletak ditengah permukiman warga Jalan Abimanyu, Kelurahan Kebonmanis, Kecamatan Cilacap Utara.

Sumber suara gamelan itu berasal dari sebuah sanggar tari bernama Giyan Lakshita Cilacap, yang saat itu tengah dipadati bocah sedang berlatih seni tari. Mereka pun berlenggok dengan tangan serta simpul senyumnya yang melebar, sembari menyelaraskan ketukan dari musik gamelan.

Waryanti pembina sanggar tari Giyan Lakshita Cilacap menjelaskan, tarian tersebut bernama Megat  -Megot, sebuah tari kreasi baru bernuansa budaya kerakyatan khas Cilacap yang diciptakannya pada tahun 2012.

Pembuatannya sendiri berawal dari keprihatinannya sebagai pelaku seni tari terhadap kondisi tarian tradisional yang dianggap kuno dan kurang menarik. Sehingga menjadikan tari tradisional terancam punah lantaran sudah jarang dilestarikan. Padahal menurutnya tarian tradisional merupakan wujud kekayaan identitas budaya yang dimiliki bangsa Indonesia dan patut untuk dilestarikan.

“Itu pertama dibuat waktu lagi bumingnya tarian asing viral. Kemudian saya berfikir untuk menciptakan tari kreasi yang juga diminati anak muda. Seiring berjalannya waktu megat – megot itu menjadi 3 versi, yakni versi originalnya, versi anak – anak ISI yang waktu itu ikut menggarap musiknya, dan versi gabungan bersama sanggar tari Kembang Sore Yogyakarta,” jelasnya.

Disampaikan, bahwa ragam gerak pada Tari Megat-Megot ini menceritakan pergaulan dan gaya remaja di Kabupaten Cilacap. Aspek penampilan diantaranya meliputi penguasaan wiraga, wirama dan wirasa yang harus dimiliki oleh setiap penari.

Sementara iringan musik dari Tari Megat-Megot yang dinamis khususnya pada pola kendang, menjadikan karya seni yang satu ini lebih menarik dan terkesan unik. Tak terkecuali pada liriknya yang menggunakan bahasa pangingyongan semakin menambah keluhuran mendalam bagi penikmatnya.

Adapun dari tata busana, penari Tari Megat-Megot sendiri mengenakan pakaian bermotif batik berwarna coklat dengan kombinasi oranye. Sehingga menimbulkan kesan cerah dan gembira.

“Kalo keunikannya itu, tarian ini menarik dan tetap ada kenes atau lenjehnya yang beraturan. Kemudian untuk warnanya campur tapi gerakannya tetap mempertahankan gaya mbanyumasan, modern, klasik, dan semuanya itu tidak lepas dari unsur tari yang ada,” jelas Waryanti.

Tari Megat-Megot ini, kata perempuan yang kerap dipanggil Yanti, dalam perjalannya pertama kali ditampilkan  pada  acara  Parade  Budaya Kabupaten  Cilacap tanggal  21  Maret  2013.

Bahkan Tari Megat – Megot karya Sanggar Tari Giyan Lakshita ini mampu menorehkan sederet prestasi dan mengharumkan Kabupaten Cilacap dalam pentas bergengsi  serta kompetisi seni tari dan budaya.  Mulai dari juara dua  lomba tari rakyat Banyumasan tingkat Kabupaten Cilacap tahun 2009, Juara Satu Piala UMP tahun 2016, Juara Tiga Lomba Cipta Kreasi Tari Borobudur tahun 2017.

Yanti  berharap, masyarakat di Kabupaten  Cilacap khususnya generasi  muda  dapat  mengapresiasi adanya  potensi  seni  didaerahnya. Dimulai dari menonton  maupun  mempelajari  tari tradisional  tersebut.

Sementara itu salah satu penari – Syafa Anindya mengatakan sudah belajar menari di Sanggar seni tari Giyan Lakshita sejak usianya masih 3 tahun. Banyak pembelajaran yang dia dapatkan dari seni tari. Bahkan membuatnya pentas diberbagai event besar, baik skala lokal maupun luar daerah.

Dia juga mengaku merasa bangga bisa melestarikan budaya seni tari khususnya Megat Megot.

“Sudah menari dari umur 3 tahunan, bisa melestarikan budaya itu rasanya sangat senang. Saya pernah menari di Magelang Festival Ayo Menari, terus juga pernah di Festival Nelayan. Untuk tari Megat – megot sendiri sangat seru karena unik. Buat temen – temen yang baru belajar menari harus percaya diri , dan kamu pasti bisa,” kata Syafa.

(GURUH)