. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Sabtu, 11 September 2010

Sang Pencerah, Memesona & Mencerahkan


Dari beberapa film yang tengah tayang di sejumlah bioskop di kota-kota besar seluruh Indonesia, film Sang Pencerah garapan sutradara Hanung Bramantyo patut Anda tonton untuk mengisi liburan lebaran. Film berkisah tentang sejarah berdirinya Muhammadiyah dan perjuangan sang pendirinya KH Ahmad Dahlan dalam mengajak umat kembali ke ajaran inti Islam ini, sungguh memesona dan mencerahkan.

Film produksi Multi Vision Plus Pictures yang berdurasi 112 menit ini pantas mendapat label memesona, pasalnya sejak awal hingga akhir menyuguhkan bahasa gambar istimewa dan bermakna. Lighting (pencahayaan)-nya ditata sedemikian artistik. Sound effect (efek suaranya) apik memperkuat makna gambar. Termasuk pemilihan lokasi syuting di obyek-obyek wisata seperti Kota Gudeg Jogja, Ambarawa, Kebun Raya Bogor, dan Taman Mini Indonesia Indah yang tepat. Serta penggunaan properti, kostum, dan tata rias yang cermat, sehingga benar-benar menggambarkan setting tahun 1800-an, masa terjadinya peristiwa tersebut.

Film yang serentak diputar di Jakarta, Makasar, Yogyakarta dan kota lainnya sejak 9 September lalu ini pun memesona dari kepiawaian akting para pemainnya. Terutama akting brilian Lukman Sardi yang begitu kuat, seperti saat dia yang berperan sebagai KH Ahmad Dahlan, mengajar anak-anak sekolah khusus orang Belanda dan pribumi kaya. Dia berhasil memikat hati sejumlah anak ketika menjelaskan tentang anugerah bisa kentut, gara-gara salah seorang murid lelaki di kelas tersebut sengaja kentut untuk mencemoohnya. Lukman Sardi berhasil memerankan tokoh pahlawan pendiri organisasi sosial umat Islam ini dengan baik. Rasanya dia pantas mendapat ganjaran piala citra lagi.

Sesuai judulnya, film berbiaya produksi Rp 12 miliar dan Rp 3 miliar untuk promosi ini benar-benar mencerahkan. Film ini berhasil memvisualisasikan begitu beratnya perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam meluruskan bermacam hal yang selama ini dianggapnya keliru, termasuk menentang prilaku muslim Jawa ketika itu yang masih mengkultuskan kyai dan juga penganut lain yang masih berbau animisme.

Sikap penentangan itu sudah nampak terlihat ketika KH Ahmad Dahlan masih remaja, ketika itu namanya masih Muhammad Darwis (diperankan Ihsan Idol). Dia menolak cara-cara orang Jawa kuno seperti sujud kepada kyai saat bertemu. Menurutnya menghormati kyai tidak mesti sampai bersujud-sujud, yang pantas disujudi hanya Allah bukan kyai atau ulama.

Sepulang belajar dari Mekkah dan memunaikan haji, Darwis yang sudah berganti nama menjadi Ahmad Dahlan semakin berani. Dalam setiap ceramahnya dia mengajak orang muslim Jawa berdoa dengan tulus dan sabar sesuai dengan cara Islam yang benar bukan karena patuh atau takut dengan kyai, tapi karena Allah Semata seperti yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.

Seruannya itu kerap membuat telinga banyak kyai panas dan tersinggung, termasuk penghulu Masjid Agung Kauman, Kyai Cholil Kamaludiningrat (diperankan Slamet Rahardjo) yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai Penghulu.

Sikap pembaharuannya kian mengejutkan banyak pihak, terutama ketika dia berencana membenarkan kiblat masjid dan surau di Kauman yang selama ini mengarah ke Timur Laut, termasuk Masjid Agung Kauman atau Masjid Gede ke arah yang diyakininya benar. Tapi rencana itu ditolak bahkan dimustahilkan.

Sampai suatu hari dia mengadakan pertemuan dengan sejumlah kyai besar untuk menerangkan soal arah kiblat yang benar berdasarkan ilmu falaq yang dipelajarinya yakni ke arah Barat atau 23 derajat dari posisi semula yang dipakai selama ini. Menurutnya perubahan itu tidak perlu sampai merubah apalagi membangun surau atau masjid, hanya menggeser arah kiblatnya.

Tentu saja, banyak kyai yang menentangnya bahkan peta yang dibawa Ahmad Dahlan untuk mempresentasikan perbaikan arah kiblat itu, dituduh buatan orang kafir sehingga usulannya itu dianggap kafir.

Penolakan tersebut, tak membuat Ahmad Dahlan kendur. Justru dia lawan dengan membuat Langgar Kidoel di sebelah kediamannya. Semakin lama pengikutnya semakin bertambah, termasuk anak seorang kyai yang selama ini menentang pemikiran dan ajakannya.

Penambahan jamaah di langgarnya ternyata berdampak pada penurunan jamaah Masjid Gede yang shalat malam atau taraweh pada Ramadhan 1890. Dan hal itu sempat membuat Kyai Penghulu cemas lantaran banyak jamaahnya eksodus ke Langgar Kidoel yang diimani Ahmad Dahlan, dimana kiblatnya mengarah ke kidul (barat), agak menyerong dari arah semula.

Sampai suatu ketika, dia menerima surat dari Kyai Penghulu yang berisi perintah untuk menutup langgarnya. Dia menolak hingga membuat Kyai marah. Kesabaran pengikut Kyai Penghulu habis, mereka menndatangi langgar lalu merubuhkannya.

Tuduhan kafir yang selama ini dilayangkan padanya tak membuatnya putus asa. Tapi ketika melihat Langgar Kidoel yang dibangunnya lulun-lantah, Ahmad Dahlan hampir menyerah. Dia berencana membawa anak dan istrinya hijrah. Namun ketika hendak berangkat dengan kereta di Stasiun Tugu Jogja, dia mendapat spirit baru dari kakak kandungnya hingga dia urung pergi dan kembali ke Kauman. Tak lama kemudian dia membangun Langgar Kidoel Ahmad Dahlan dengan biaya sendiri dan bantuan istri.

Sepulang dari menunaikan ibadah haji keduanya, KH Ahmad Dahlan semakin gigih berjuang dan dia mendapat dukungan Dr. Wahidin Soedirohusodo (diperankan Pangky Suwito), yang kemudian mengajaknya bergabung dengan organisasi Boedi Oetomo, organisasi sosial di bidang pendidikan dan kesehatan. Akhirnya KH Ahmad Dahlan bergabung.

Tak puas sampai disitu, dia mengajak pengikut setianya membangun madrasah dengan biaya sendiri. Dia membuat meja dan kursi dari papan-papan kayu yang dibelinya di Pasar Beringharjo. Lalu dia kumpulkan anak-anak miskin di Kauman dan sekitar Alun Alun Keraton untuk bersekolah di madrasahnya.

Kegiatan barunya itu makin membuat pihak yang berseberangan dengannya termasuk dari kalangan keluarganya sendiri, menganggap dia gila. Bahkan ada seorang kyai dari Magelang yang datang dan memerintahkannya menutup madrasahnya karena dianggap kafir lantaran menggunakan alat-alat tulis seperti kapur dan juga tata cara bersekolah yang biasa diterapkan di sekolah-sekolah khusus orang Belanda dengan menggunakan kursi dan meja. Tapi dengan cerdas dia balik bertanya kepada kyai tersebut dengan apa datang kesini? Kyai itu dengan bangganya menjawab naik kereta. Lalu KH Ahmad Dahlan menjawab lagi, bukankah kereta itu juga produk dari orang kafir. Jawaban vokalnya itu kontan membuat kyai itu kebakaran jenggot lalu pergi.

Film yang juga dibintangi oleh Zaskia A. Mecca sebagai Siti Walidah_istri Ahmad Dahlan, Sujiwo Tejo (Ayah KH Ahmad Dahlan), Ikranegara (Kyai Abu Bakar), Giring Nidji (KH Sudja, murid KH Ahmad Dahlan), dan Joshua Suherman sebagai tokoh Hisyam muda ini juga mencerahkan tentang kewajiban membayar zakat, sebagimana digambarkan pengikut KH Dahlan yang mengumpulkan beras dari warga Kauman sebagai zakat.

Setelah pengikutnya semakin banyak dan wawasannya seputar keorganisasian bertambah, KH Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi sosial Muhammadiyah yang berarti umat Muhammad atau pengikut Mumammad yang tanggal berdirinya ditetapkan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H atau 18 Noavember 1912 di Yogyakarta.

Kehadiran gerakan yang mengajak umat untuk mencontoh dan meneladani jejak perjuangan Nabi Muhammad SAW ini, kian mencemaskan sejumlah pihak yang selama ini jelas-jelas menolaknya. Namun KH Ahmad Dahlan tetap tegar memperjuangkan amar makruf nahi munkar berdasarkan Alqur’an dan Sunnah.

Akhirnya pihak yang berseberangan dengannya termasuk Kyai Penghulu sadar dan mendatanginya untuk berembuk. Pertemuan itu secara tidak tertulis menyepakati untuk tetap menjalankan cara dan keyakinan masing-masing sesama muslim, tanpa harus bermusuhan apalagi bertikai.

Film Serius
Kendati film ini dinilai serius oleh beberapa orang termasuk Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, namun berkat kepiawaian sutradaranya meracik unsur-unsur yang ada dalam film ini termasuk menyelipkan potongan gambar dokumenter, membuat film tetap menarik disimak hingga akhir. Bahkan justru terasa durasinya kurang. “Mungkin unsur lucunya perlu ditambah, juga ada kisah percintaan di dalamnya, biar diminati anak-anak muda,” imbuh Jero Wacik usai nonton bareng di Studio XXI Plaza Indonesia, Jakarta beberapa hari lalu.

Sementara Dirjen Nilai Budaya, Seni dan Film (NBSF), Kemenbudpar Tjetjep Suparman menilai film ini meski serius tapi tidak menjenuhkan. “Di awal film sempat bingung karena langsung diajak ke setting tempo dulu. Tapi seterusnya mengalir dengan baik dan mencerahkan,” jelasnya.

Menanggapi masukan Menbudpar Jero Wacik di atas, Raam Punjabi selaku produser film ini punya penilaian sendiri. Menurutnya kalau film ini terlalu banyak adegan lucu atau ditambah dengan kisah percintaan justru mengurangi kekuatan film ini sebagai pencerah. “Saran Menbudpar Jero Wacik itu baik sebagai masukan saja,” jelas Raam yang berencana akan menawarkan film ini untuk ditayangkan ke negara-negara Islam di Timur Tengah Oktober mendatang.

Berdasar animo masyarakat setelah peluncuran perdana film ini, Raam Punjabi optimis bisa meraih box office. Target utamanya memang anggota Muhammadiyah yang kini mencapai 30 juta orang lebih. “Kalau sampai 5% saja orang Muhammadiyah menonton maka target box office tercapai. Belum lagi ditambah penonton yang lain,” jelas Raam yang juga berencana membuat sekuil film ini.

Naskah & foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP