Lihat ke Halaman Asli

Alasan Guru TK Terpaksa Mengajarkan Calistung

Diperbarui: 7 September 2015   13:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini susah rasanya mencari Taman Kanak-Kanak (TK) yang tidak mengajarkan Calistung, hanya mengajak anak-anak bermain, belajar bersosialisasi, membuat berbagai macam ketrampilan dan kreatifitas lainnya sesuai dengan usia dini.

Idealnya, play gorup, TK A dan TK B sebagai taman bermain, sarana bermain, bukan sekolah. Sehingga mestinya anak lebih banyak diajak bermain, eksplorasi diri dan memuaskan masa emasnya untuk lebih banyak bebas berkreasi, tanpa banyak terbebani dengan 'pelajaran'.

Tetapi apa mau dikata, PG/TK yang tidak memasukkan materi pelajaran Calistung, rasanya jarang diminati oleh orangtua. Sebenarnya ada sebagian orangtua tua yang menginginkan anaknya yang masih berusia dini untuk banyak bermain tanpa terbebani pelajaran Calistung, tetapi mereka juga tidak berani berspekulasi. Kenapa? Karena saat anak masuk SD, salah satu materi tesnya ya Calistung itu. Meskipun banyak digembar-gembotkan persyaratan masuk SD tidak harus bisa Calistung tetapi cukup dengan kecukupan umur saja, tetapi toh hampir semua SD tetap mematok kemampuan Calistung menjadi syarat utama agar diterima.

Saya tahu sendiri, tahun pelajaran 2015 ini, ada seorang anak yang tidak diterima masuk SD saat tes Calistung tidak lolos. Padahal anaknya sudah cukup umur dan lulus TK. Anaknya menangis meraung-raung karena sudah terlanjur senang dengan SDnya dan ibunya marak-marah karena anaknya tidak diterima.

Maka, tak mengherankan jika saat memasukkan ke TK, orangtua biasanya akan mencari informasi materi Calistung masuk atau tidak dalam materi yang akan di berikan ke anak-anak.
Pun demikian juga dengan TK, karena tuntunan orangtua dan tuntutan agar sekolah diminati, mau tidak mau ya memasukkan Calistung ke dalam salah satu pelajaran.

Kembali ke soal materi Calistung untuk anak TK, ada sebuah pengalaman seorang ibu tinggal di Solo, kebetulan juga menjadi kepala sekolah sebuah PAUD/TK. Ia cukup idealis, ingin mendidik anak usia dini dengan banyak bermain, eksplorasi dan tidak mengajarkan Calistung di sekolahnya. Sangat ideal, meskipun sekolahnya tidak banyak di minati. Tetapi ibu tersebut menjadi sedih dan marah saat tes masuk SD anaknya tidak lolos karena tidak  bisa Calistung. Anak pengajar PAUD/TK nggak bisa diterima di SD karena nggak bisa Calistung? Bayangkan betapa prihatinnya dia, memberlakukan konsep yang ideal tetapi terganjal di jenjang pendidikan diatasnya. Lantas kalau akhirnya ia akan mengubah materi pendidikan untuk sekolahnya dengan mengorbankan idealismenya itu karena tuntutan keadaan.

Dalam beberapa obrolan dengan kepala TK dan guru-gurunya, mereka sebenarnya juga setengah hati untuk mengajarakan Calistung pada anak-anak usia 3-5 tahun. Tetapi mereka tidak punya pilihan lain, karena orangtua maunya menitipkan anaknya agar salah satunya membuat anak bisa Calistung.

Itulah saya menjadi memaklumi ketika sebuah TK memberikan materi Calistung kepada anak didiknya. Para guru ‘dituntut’ untuk bisa mengajarkan anak-anak Calistung kalau mau sekolahnya tetap diminati.

Menurut saya, anak usia dini tidak masalah diberikan pelajaran Calistung, asal dengan metode yang sesuai dengan usianya dan tidak memberatkan. Misalnya saya pernah menuliskannya di artikel ini sebelumnya.

http://www.kompasiana.com/sucihistiraludin/mengenalkan-anak-calistung-tanpa-belajar_55cd5661b092734a0521b56c

Tetapi celakanya tidak semua guru TK mempunyai metode dalam menyampaikan Calistung yang bena-benar membuat anak nyaman dan serasa bermain saja bukan belajar. Ini yang memberatkan bagi anak-anak usia dini tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline